Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selamat Jalan Sang Penyair Casaldaliga

11 Agustus 2020   16:57 Diperbarui: 11 Agustus 2020   17:09 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: cooperacioambalegria.co

Pada 6 Agustus 2020, saya mendapat pesan yang diteruskan dari Marcos Aurlio Loro, cmf, misionaris Brasil. Pesan yang singkat namun padat,

"Saudara-saudara terkasih, salam dari Brasil! Saya di sini memberi tahu kalian tentang situasi terkini Tn. Pedro Casaldliga. Pedro tiba tadi malam di Batatais, .... dan dibawa ke rumah sakit, di unit intensif. Pagi ini kami mengadakan pertemuan dengan dewan medis dan mereka menunjukkan penyakit Pedro berikut ini: air dan infeksi parah di kedua paru-paru membuatnya sulit bernapas; kista hati, malnutrisi yang disebabkan oleh kesulitan makan; parkson lanjut, menyebabkan atrofi pada ekstremitas bawah dan atas, serta dada; atrofi ini juga berdampak pada kesulitan bernapas--- dan hampir tidak ada komunikasi. Pedro diperlakukan dengan sangat baik. Namun, kami diperingatkan bahwa mengingat usia Pedro, ini adalah kondisi yang serius."

Baru beberapa minggu yang lalu, saya memperkenalkan Casaldliga kepada para calon Postulan di PNC-Kupang. Berita itu tentu mengejutkan. Lebih-lebih kabar duka yang kuterima dua hari setelahnya. 

Di berbagai akun media sosial, pada hari itu juga, banyak unggahan entah nasional maupun internasional ungkapan belasungkawa berkelindan, "Kami kehilangan seorang nabi dan penyair". Leonardo Boff sendiri menulis, "Dom Pedro Casaldliga .. hidup untuk mengenang semua orang miskin." 

Selain Boff, juga Joo Pedro Stedile, anggota dewan nasional dari Gerakan Pekerja Pedesaan Tanpa Tanah, "Ini adalah hari yang sangat menyedihkan bagi rakyat Brasil, khususnya bagi gerakan pedesaan dan orang-orang beriman. Kami kehilangan seorang nabi dan penyair. Seorang pria yang hidup dengan bangsanya, sesuai dengan Injil. Kami kehilangan Dom Pedro Casaldliga Agung...."

Misionaris masyarakat adat dan petani

Pedro Casaldliga lahir dari keluarga tradisional di kotamadya Catalan Balsareny 1928. Pada 31 Mei 1952 ia ditahbiskan menjadi imam Claretian di Montjuc, Barcelona. Semangat pembebasannya, kalau boleh menduga, muncul ketika Casaldliga melaksanakan tugasnya sebagai rektor di Barbastro yang memiliki latar belakang seminari martir (ingat film The Forbidden God)--- dan diperkuat semenjak kedatangannya di Brasil untuk mendirikan misi Claretian di wilayah Araguai, di negara bagian Mato Grosso, Amazon 1968. 

Di Araguai, Casadaliga menemukan wilayah tanpa kehadiran negara, dokter, juga sekolah. Satu-satunya hukum adalah "ley del 38", yang diberlakukan pemilik tanah terhadap petani kecil dan masyarakat adat. Pada 27 April 1970, dia dilantik sebagai administrator apostolik prelatur yang baru didirikan, dan pada 23 Oktober tahun berikutnya, dia ditahbiskan sebagai uskup So Felix. 

Dia tinggal di sana, bersama rakyatnya, mengetahui kemiskinan sumber daya mereka--- berjumpa dengan kerapuhan masyarakat adat dan banyak hal yang tidak dia ketahui. Dia hidup dengan perjuangan, dan selalu menyadari bahwa panggilannya adalah untuk minum dari cawan penderitaan dan makan roti dalam patena kemiskinan rakyatnya. Tidak heran, jika Casaldliga terkenal karena pembelaannya terhadap hak-hak masyarakat adat dan orang miskin.

Misi Kenabian

Pada hari setelah penahbisan uskup, Casaldliga menerbitkan dokumen ekstensif "Una iglesia de la Amazona en conflicto con el latifundio y la marginacin social" di mana ia menganalisis secara rinci kasus-kasus eksploitasi dan penganiayaan terhadap petani kecil dan masyarakat adat. Casaldliga menyuarakan situasi perbudakan dan kekerasan yang diderita oleh masyarakat dan komunitas di Amazon. 

Ini mengecam masalah lingkungan yang mereka hadapi serta genosida masyarakat adat yang dilakukan oleh pemilik tanah dengan keterlibatan pemerintah militer di Brasil. Sebagai akibat dari komitmennya yang secara terbuka membela kaum miskin, para petani, buruh, dan masyarakat adat, Casaldliga telah menerima banyak ancaman pembunuhan.

Dalam ranah teologi, ia seorang yang mengembangkan teologi pembebasan. Coraknya unik, yakni melalui puisi. Bersama dengan timnya, dia membangun gereja yang populer, terbuka, berkomitmen, yang secara tegas memihak kaum miskin. Akibat perkembangan teologinya yang diangngap berhubungan dengan marxis, pada 1988 dia dipanggil ke Vatikan untuk menjelaskan orientasi pastoral dan posisi teologisnya. 

Casaldliga selalu beranggapan bahwa identitas seorang gembala yang misioner selalu dikerjakan dalam konteks, dalam komunitas, dan dalam hubungan dengan mereka yang terlupakan di dalam sejarah. Dalam situasi ini identitas akan tampak tidak stabil dan sulit untuk dibangun dengan keyakinan. 

Ia selalu mengajarkan kita, bahwa sakramen tidak menyingkirkan imam dari dunia, dari kehidupan orang-orang yang dipanggil untuk dilayani. Baginya Gereja berjalan dalam sejarah, dalam budaya yang kadang tidak dimengerti. Itulah sebabnya, selalu dalam hidupnya dinamika inkarnasi membawa dia ke kedalaman dunia, tempat-tempat rahasia hati manusia dan impian manusia tersembunyi.

Pada 1994 dia mendukung Pemberontakan Chiapas di Meksiko, dan mengatakan bahwa: "cuando las personas toman las armas deben ser respetadas y comprendidas", ketika orang mengangkat senjata mereka harus dihormati dan dipahami. Secara frontal, pada 1999 dia menerbitkan "Declaracin de amor por la Revolucin Total de Cuba", sebagai tanggapan terhadap revolusi yang terjadi di Kuba.

Di tengah perjuangannya itu, ia menyadari bahwa ia hanyalah manusia biasa. Tidak mandiri. Semua yang dia miliki, dia telah menerima. Ini adalah misteri di pusat hidupnya. 

Hidup yang bergerak ke arah yang sangat berlawanan dengan diri yang berdaulat. Pada saat menerima dirinya sendiri, dia hanya bisa melepaskan, membiarkan dirinya diberikan. 

Diberikan dalam semua cara kecil dan kadang tanpa disadari. Kadang-kadang dengan kata-kata kasar kala berhadapan dengan kesia-siaan, terkadang linglung, terkadang dengan cinta, wawasan, dan perhatian; dan pada saat-saat tersembunyi Casaldliga membuka hidupnya dalam kesakitan dan keputusasaan, rasa bersalah dan malu, ketika entah bagaimana dia menemukan kata atau mungkin tidak ada kata tetapi kehadirannya adalah penyembuhan yang tidak diakui. 

Dalam puisinya Propsito, ia katakan "Saya akhirnya akan berjalan... sendirian, di manapun" (por fin ochar a andar...solo, por donde sea). Peziarahan yang akhirnya membuat ia sendiri merasa lelah (Ya mo estaba cansando). Dan memang benar, bahwa orang yang mencintai kemanusiaan terkadang harus berjuang sendiri. Membiarkan dirinya dibentuk oleh pasang surutnya kasih karunia--- membiarkan dirinya 'tersesat' dalam kehidupan Gereja. Dia memberikan dirinya pada isyarat cinta tanpa tanda jasa.

Pada hari Sabtu, 8 Agustus 2020, di usia 92 tahun ia mengakhiri peziarahannya. Goresan puisinya mencapai bait akhir namun dengan pertanyaan terbuka, tanda seruh yang dibaca dalam tanda tanya. 

Dia mati tanpa hutang, dalam kesederhanaan seorang Gembala yang berbau domba di Rumah Sakit Santa Casa de Batatais di Negara Bagian So Paulo. Erika Kokay menulis, "Dengan kesedihan yang luar biasa saya menerima berita meninggalnya Dom Pedro Casaldliga, pejuang yang tak kenal lelah untuk hak-hak masyarakat adat dan pekerja pedesaan. Yang tersisa adalah warisannya yang sangat besar dan kepastian bahwa kami akan melanjutkan perjuangannya untuk menjadi Brasil yang lebih adil."

Untuk Para Claretian

Saya ingat pesan kerinduan Casaldliga saat merayakan pesta ulang tahunnya yang ke 90. "Saya ingin sekali pergi ke pedalaman Afrika. Jika saya diperkenankan untuk lahir kembali, saya akan tetap memilih menjadi Claretian". Pesan yang selalu ia katakan kepada generasi Claretian adalah bagaimana dengan semua sarana yang mungkin para misionaris Putera-putera hati tak bernoda Maria ini dapat memanusiakan manusia. 

Jika dia dikenal sebagai penyair dan teolog pembebasan, kami para Claretian melihatnya sebagai defenisi Claretian yang hidup: memeluk pengorbanan-pengorbanan, bersuka cita dalam penderitaan, merasa senang dan rela di dalam fitnahan-fitnahan, memasuki pekerjaan-pekerjaan, dan hanya bermegah di dalam salib Yesus Kristus. Casaldliga sepertinya mengikuti spirit apostolik pendirinya St. Antonius Maria Claret, biarlah Allah dikenal, dicintai, dilayani dan dimuliakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun