Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Membaca Sastramu!

6 Juni 2020   21:27 Diperbarui: 6 Juni 2020   21:31 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dear my friend!
Bagaimana kabarmu?
Dalam suratku ini, aku ingin bercerita tentang minatmu, sastra!

Hingga hari ini, hampir setiap wilayah di dunia yang dihuni, disuguhi literatur dunia dalam rupa sastra dan pengalaman budaya yang tak tertandingi. 

Kamu pasti sependapat denganku. Tetapi keanekaragaman ini menimbulkan tantangan, karena semua karya sastra tidak bisa didekati dengan pengetahuan budaya dalam satu tradisi tunggal. Seorang pembaca Balzac mengetahui Paris tanpa mengunjungi kota itu, bahkan dapat memvisualisasikan adegan-adegan lebih baik di Baudelaire dan Proust.

Memang tradisi sastra secara spesifik budaya. Budaya mengembangkan asumsi berbeda tentang cara sastra harus dibuat dan dipahami. Jika teks dibaca terlepas dari asumsi dan nilai penulisnya, kamu berisiko menguranginya menjadi versi pucat, seolah-olah Homer ingin menulis novel, namun tidak bisa mengembangkan karakter.

Sahabatku! Rupanya sangat banyak karya yang menemukan pembaca di waktu dan tempat yang jauh; berbicara dengan kecepatan yang mendesak. Mungkin itulah zaman kita. 

Tidak ada budaya sastra yang jauh daripada istana Raja Shulgi di Ur, pelindung sastra pertama yang dikenal di dunia dan memerintah Mesopotamia selatan empat ribu tahun yang lalu. 

Sayangnya bahasa Sumeria tidak lagi diucapkan seribu tahun sebelum Homer, dan aksara runcingnya tidak dapat dibaca selama dua ribu tahun hingga akhir abad XIX. Syukurlah para sarjana modern telah dengan susah payah menguraikan bahasa kuno. Jadi kamu tidak butuh pengetahuan khusus membaca pesona nina bobo yang ditulis seorang putra Shulgi:

Sleep come, sleep come,

sleep come to my son,

sleep hasten to my son!

Put to sleep his open eyes,

settle your hand upon his sparkling eyes --

as for his murmuring tongue,

let the murmuring not spoil his sleep.

("Sulgi N", 12--18)

Sahabatku! Sebuah karya sastra yang hebat sering kali melampaui waktu dan tempatnya sendiri. Juga sebaliknya, memberikan akses istimewa ke beberapa kualitas terdalam budaya asalnya. Karya seni membiaskan budaya penulis daripada sekadar mencerminkannya. 

Bahkan lukisan atau cerita yang paling "realistis" adalah representasi yang bergaya dan selektif--- banyak hal disampaikan melalui kaleidoskop dan cermin cembung sastra. 

Inilah yang ingin aku katakan, bahwa sebuah apresiasi terhadap karya bisa sangat meningkat jika manusia belajar lebih banyak. Belajar tentang bagaimana orang Jepang dan Inggris tidak melihat warna yang berbeda, tetapi menyebut secara berbeda, bahkan spektrumnya pun berbeda--- belajar banyak tentang budaya dari seni dan arsitekturnya, sekaligus catatan tertulis. 

Layaknya puisi Raja Shulgi yang memberi nuansa seolah pembaca dikelilingi oleh jajaran dewa dan dewi yang tidak dikenal, dan sejumlah besar kiasan sejarah dan sastra. Puisi Shulgi memberi seseorang mode akses penting ke budayanya, dan bahwa pengetahuan budaya membantunya menghargai puisi.

Sahabatku! Membaca karya sastra dari waktu atau tempat yang jauh adalah gerakan timbal balik antara yang akrab dan yang tidak terbiasa. Pandangan dunia adalah pandangan dari mana pengamat berdiri. 

Kita akan memahami apa yang dimaksud Dickens jika mengetahui Defoe, Fielding, Jane Austen, Walter Scott, Trollope, dan George Eliot. Juga pemahaman kita akan semakin diperluas jika dapat melihat Dickens secara komparatif dalam hubungannya dengan Diderot, Hugo, Goethe, Gogol, dan Dostoevsky. 

Lebih jauh, rasa narasi klasik kita juga dibentuk oleh buku-buku yang sekarang sedang ditulis di sekitar kita, dan karenanya kita membaca Dickens sebagian melalui lensa yang disediakan oleh AS Byatt, Salman Rushdie, Carey, dan sejumlah novelis kontemporer lainnya.

Menyangkut Carey, kamu tentu mengenalnya. Karyanya "A Little History of Poetry", menjadi Best Books of 2020. Buku tersebut mencakup hampir 200 penyair. Menariknya, Carey memulai karyanya dengan "Epic of Gilgamesh" kesukaanmu, puisi kuno usia 4.000 tahun dari Suriah-Turki. 

Carey menulis bahwa abad XIV  adalah waktu untuk mistikus dan penyair--- di mana kejahatan tidak lebih dari belas kasihan Tuhan dan Gereja merasa terpisah dari persoalan kebangsaan. 

Sementara abad XVII, masa sengit agama dan perang saudara, George Herbert, Henry Vaughan, dan Milton sangat terlibat dalam agama dan politik. Carey mencatat ada kekerasan di Paradise Lost, tetapi tidak di Paradise Regained. Mengutip General Fairfax Carey menyatakan, 'Untuk apa perang yang bisa berakhir tapi perang tanpa akhir masih berkembang biak?'

Sahabatku! Tentu saja, penyair menghasilkan kata-kata baru termasuk cara menggunakan kata (seperti Milton mengalahkan Shakespeare). Shakespeare menemukan 'interaksi antara abstrak dan beton'. Edmund Spencer menciptakan bentuk bait baru, yang mengubah ruang puisi, menetapkan batas-batas dan mengundang pemikiran.

Kita akhirnya tertawa sendiri. Bahwasannya bahasa 'biasa' digunakan dalam puisi yang jelas-jelas hebat (disebut embedding). Imajinasi Eliot menemukan 'keutuhan baru' yang tersimpan dalam ingatan: 'Aku akan menunjukkan kepadamu rasa takut dalam segenggam debu'. 

Sementara itu Wallace Stevens membuat banyak gagasan sulit tentang 'imajinasi'. Tentu saja bahasa dan imajinasi berjuang untuk hidup bersama dengan jujur--- kata  RS Thomas, 'Bahasa akan menipu Anda jika bisa'. 

Oh... Andai saja kamu memiliki buku itu. Kamu pasti akan terpesona ketika menemukan bahwa si Carey juga memasukkan balada dan nyanyian pujian - 'Amazing Grace' karya John Newton dan 'Lead Kindly Light' karya John Henry Newman. Dua  syair tersebut dinyanyikan secara spontan oleh para penambang yang terperangkap di Durham Colliery pada 1909.

Sahabatku! Demikian dulu suratku. Banyak yang mengintai kita. Aku akan mengakhiri surat ini dalam balada Orkney, tentang seorang ibu tiri yang mengubah anak laki-laki menjadi 'cacing laily' (ular menjijikkan) dan saudara perempuannya menjadi 'machrel' (seekor makarel):

Dan setiap hari Sabtu siang

Machrel datang kepadaku,

Dan dia mengambil kepalaku yang lembut

Dan meletakkannya di atas lututnya,

Dan menyisirnya dengan sisir perak,

Dan mencuci di laut.

Apakah kamu merasa aneh dengan liriknya. Bagiku, gambaram syair yang mengejutkan ini menyatukan kemustahilan dan kehati-hatian. Layaknya situasi kita: setelah lockdown berharap bisa kembali ke 'kehidupan biasa'. 

Tetapi apa yang mungkin kita kembalikan adalah yang terbaik, yang tidak dibayangkan sebagai rekreasi semata oleh masyarakat dan atau oleh Gereja--- dan sekaligus menemukan cara untuk lebih berhati-hati satu sama lain dan terhadap planet kita.

Warm Regard

Petrus Pit Duka Karwayu

06 Juni 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun