Para pesajak di ketepian sungai Babilon, terimakasih untuk untaian puisi-puisi kalian. Di saat kita membaca ragamnya analisis wabah pandemi, dan bertindak seolah-olah mengetahui, kita menjumpai bahwa korban yang terkapar melumpuhkan bahasa kita.
Memang tampaknya tidak masuk akal, namun di situlah keunggulan kalian para pesajak, bahasa kalian seolah merangkum yang acak, menembak ke ruang hampa udara dan membiarkan kalimat-kalimat kalian tersusun dengan sendirinya. Dan bila kita membaca dengan serius, saya merasa, kalimat tersebut tidak datang dari sesuatu yang eksternal, namun dari hati kalian sendiri, bersajak karena memang ingin bersajak.
Kalian tentu tahu, hati adalah tempat di mana rasa diolah, dan rasa dalam tradisi kejawen adalah pusat mengalami yang mistik --- "neka Na'as tombo data nia tutus nai rum, Neka senget tombo wewet, nia tutus nai rum"--- jangan dengar orang lain, namun percaya pada hati kalian sendiri, dan jangan dengar omongan yang melayang tapi dengar kata hati sendiri.
Demikianlah surat ini ditulis dari tempat tersunyi kepada kalian para pesajak "Di tepian sungai Babilon".
Warm Regard
Petrus Pit Duka Karwayu
29 Mei 2020.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI