Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

TikTok: Pop Culture in Pandemi

13 Mei 2020   23:55 Diperbarui: 14 Mei 2020   00:09 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan masuknya influencer baru munculah kompetisi: "jika Anda mengunggah video, Anda bisa dengan mudah mendapatkan 100.000 tampilan pada jam pertama, tapi sekarang kamu tidak masuk ke halaman For You semudah sebelumnya". Maka sebelum pergi tidur kita akan memikirkan ide untuk video besok.

Sahabatku memang ada-ada saja generasi saat ini. Kata orang TikTok sifatnya anarkis: tidak memiliki logika internal atau prinsip panduan. Banyak TikTok adalah lelucon absurd.

Orang-orang mengejutkan anggota keluarga, berpura-pura menjadi selebriti, dsb. Ini mengingatkan aku pada Kenneth Goldsmith dalam bukunya Wasting Time on the Internet: "Surealisme tertanam dalam DNA internet". Dia melihat popularitas TikTok sebagai reaksi alami terhadap mania penindasan dari lockdown global.

Artinya ini adalah katup tekanan bagi orang-orang yang terkurung di dalam ruangan. Satu-satunya respons terhadap situasi eksistensial adalah absurditas dan humor.  Namun aku khawatir sahabatku, bila TikTok membawa kita kembali ke sisi gelap surealisme.

Di Instagram, kita bersolek, di Twitter, kita bersuara keras dan nyaring, tetapi di TikTok, kita bisa saja aneh. Yang membuatnya menjadi platform sempurna untuk menangkal pandemi yang hampir sepertiga dari populasi dunia adalah membuat orang terperangkap di rumah.

Jika kita melihat teori Freud, humor itu selalu menunjukkan ketakutan menghadapi kematian. Ini adalah TikTok sebagai subkultur murni: untuk dapat berpartisipasi, kamu harus berenang melalui air digital sejak kecil, langkah anggun melalui setiap platform - Facebook, Vine, Instagram - yang mudah dan terjamin.

Sahabatku, pasti kamu bertanya mengapa. Memang ada alasan sederhana mengapa orang berbondong-bondong ke TikTok. Kata penciptanya, "orang-orang hanya mencari cara untuk membuat diri mereka sibuk.

Memiliki TikTok di ponsel adalah hal yang sangat mudah dilakukan untuk menghabiskan waktu. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan, karena TikTok dirancang untuk membuat ketagihan: kita dapat menggulir dasbornya selama berjam-jam tanpa pernah kehabisan konten. Algoritmanya menggunakan Artifisial Intellegence untuk mengamati minat video yang sesuai".

Namun di tengah Pandemi, ketika hanya di rumah saja, dan tidak ada lagi yang bisa dilakukan, membuat video mungkin ada hubungannya dengan sehari untuk menyibukkan diri.

Maka TikTok juga adalah kuratif kebosanan: selalu ada tantangan baru untuk mencoba. TikTok menjadi ruang untuk permainan akrab. Tantangan yang berputar di YouTube atau Facebook, seperti tantangan ember es atau tantangan Kylie Jenner, sekarang ada di TikTok.

Dan meskipun banyak video TikTok mungkin tampak gila saat ditonton pertama kali, namun sebetulnya ia membutuhkan keterampilan, perawatan, dan kreativitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun