Ada seorang pemuda, tulis Maxim Gorky dalam "The Spy: The Story of a Superfluous Man", yang semasa kecilnya dibuli pak tua; digganggu enggan tersenyum, dipukul pelit menangis. Pemuda itu Yevsey Klimkov.
Yevsey menjadi seorang anak yang pertumbuhannya dibilang lambat karena dia menjadi saksi mata kematian orang tuanya yang dibunuh di hadapannya. Ia diasuh oleh seorang tukang pandai besi. Suatu hari guna menghindari olokan massa, dia menyepi ke sebuah Gereja.
Di Pintu masuk gereja dia menemukan sebuah lukisan tergantung menggambarkan seorang santo sedang menangkap setan dan memukulinya. Santo itu pria berotot, tinggi, dan hitam dengan tangan yang panjang. Si setan adalah sebuah makhluk embrionik.
Mula-mula Yevsey bahkan tak melihat sekilaspun pada sosok setan itu. Dia bahkan ingin meludahinya; namun kemudian dia mulai merasa kasihan pada makhluk malang itu, dan ketika tak ada seorangpun di sekitarnya dia dengan lembut menyentuh dagu yang sudah berbentuk akibat ketakutan dan rasa sakit.
Untuk pertama kalinya rasa haru tumbuh di hati anak itu. Uniknya rasa haru itu timbul karena dia merasa sama dengan setan itu. Dia juga dihakimi oleh orang-orang sekampung. Orang-orang sekampung menjadi malaikat Mikael, dan dia sebagai setan yang dihakimi.
Terkadang presepsi orang tentang Tuhan tergantung pada pengalamannya. Bangsa Israel sendiri sebagai umat pilihan berhadapan dengan dua wajah Allah, penghukum dan pengasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H