Seperti yang kita ketahui suhu politik disumut terasa panas ketika hadirnya Djarot dalam kancah perpolitikan disumut untuk bertarung pada pilgubsu 2018. Dan tak kalah pentingnya, ketika Sihar ikut serta tampil dalam kancah perpolitikan disumut dan bersedia mendampingi Djarot dalam pertarungan pilgubsu 2018 melalui PDIP dan keduanya diusung oleh PDIP dan PPP, malah menjadikan suasana suhu politik disumut tidak sebatas panas tapi sangat mendidih dikarenakan:
Djarot
- Bukan  asli orang Sumut
- Diutus Megawati untuk membenahi Sumut
- Agama Islam
- Suku Jawa
- Mantan Gubernur DKI Jakarta
Sihar
- Pengusaha
- Agama Kristen
- Suku Batak
- Anak (+) D.L. Sitorus
- Staf Menteri Puan Maharani
- Pendidikan S3
- Pengurus PSMS Medan
- Dll
Meskipun suasana suhu perpolitikan disumut seperti yang penulis ungkapkan, akan tetapi pasangan Djarot-Sihar memiliki nilai plus dimata warga sumut, yaitu:
Djarot
- Secitra dengan Jokowi yang anti KKN
- Berpengalaman selama memimpin pemerintahan dan pembangunan dikota Blitar dan di Provinsi DKI Jakarta
Sihar
- Tidak terlibat pada permasalahan register 40 dikarenakan permasalahan register 40 adalah murni permasalahan yang melilit ayahnya Sihar, yaitu (+) D.L. Sitorus. Dalam artian seorang anak yang tak berdosa terpaksa menderita atas permasalahan yang menimpa ayahnya.
- Pengusaha sukses
- Berpendidikan tinggi
- Peduli dengan dunia olahraga, yaitu sepak bola
Pasangan Pelangi
- Pasangan Djarot-Sihar mencerminkan kebhinekaan dan sesuai dengan semboyan: "berbeda-beda  tetapi tetap satu jua."
Memiliki Visi-Misi Dan Program Kerja Yang Mantab
1. Visi Misi Djarot-Sihar
2. Program Kerja Djarot-Sihar
 Polemik Perbedaan Otonomi Daerah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Sumut
Otonomi Daerah di Sumut berada ditingkat Kabupaten/Kota bukan di tingkat Provinsi, dimana bupati/walikotanya bukan diangkat oleh Gubernur Sumut melainkan diangkat oleh warga Sumut melalui proses Pilkada. Dan apabila bupati/walikota di sumut melakukan kesalahan maka Gubernur Sumut tak bisa memberhentikan bupati/walikota tersebut.Â
Sementara di DKI Jakarta, otonomi daerahnya berada di tingkat Provinsi, dimana bupati/walikotanya diangkat oleh Gubernur DKI Jakarta atas pertimbangan dan restu dari DPRD DKI Jakarta. Dan apabila bupati/walikota se-DKI Jakarta melakukan kesalahan maka Gubernur DKI Jakarta berhak memberhentikan bupati/walikota tersebut atas pertimbangan dan restu dari DPRD DKI Jakarta.
Dikarenakan otonomi daerah yang berbeda antara Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Sumut maka Djarot-Sihar tak perlu takut dalam penyelesaian masalah ini karena masalah ini bisa diatasi oleh Djarot-Sihar apabila Djarot-Sihar berpegang pada PP No.23/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.19/2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Diwilayah Provinsi, PP Â No. 6/2005 Â Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dan PP No.12/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, serta berkoordinasi dengan Mendagri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H