Walaupun belum ada hitungan riil tentang hasil pileg tapi hitungan cepat sudah memberikan gambaran perolehan suara masing-masing partai, kalaupun hitungan cepat ini tidak akan persis dengan hitungan riil tapi kalau beda pun hasilnya tidak akan beda jauh.
Untuk menghadapi pilpres nanti parpol-parpol sudah mulai kasak-kusuk siapa yang akan diusung sebagai capres. Dan sampai sekarang baru PDIP yang sudah dipastikan mengusung calonnya yaitu Jokowi dengan didukung oleh Nasdem. Golkar dan Gerindra walaupun sudah menentukan capres masing-masing yaitu ARB dan Prabowo, tapi belum ada kepastian kedua capres ini bisa maju mengingat suara yang diperoleh kedua parpol ini tidak mencapai PT dan belum ada kepastian parpol mana yang akan berkoalisi utuk memenuhi persyaratan PT.
Di kalangan partai-partai islam dan berbasis islam, para tokoh islam dan ormas-ormas islam telah melakukan pertemuan-pertemuan yang mengarah kepada pembentukan koalisi partai-partai islam dan berbasis islam yaitu PKB, PAN, PPP, PKS dan PBB.
Di sisi lain dikabarkan bahwa Partai Demokrat juga akan menggagas koalisi besar entah apa namanya nanti. Ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Bisa saja koalisi partai islam betul-betul terbentuk. Kalau ini yang terjadi maka yang tersisa tinggal Golkar, Gerindra, PD dan Hanura. Apa yang akan terjadi dengan empat partai ini? kalau Golkar berkoalilsi dengan PD, maka dipastikan Prabowo tidak bisa maju karena kalaupun Hanura bergabung dengan Gerindra, suaranya belum cukup. Kalau Hanura gabung dengan koalisi Golkar dan PD, maka Gerindra tinggal seorang diri. Ke mana Prabowo akan pergi? Bisa ke salah satu dari tiga koalisi yang telah disebut.
Tapi saya kira dalam pilpres, parpol-parpol tidak hanya berpikir memenuhi persyaratan PT supaya bisa mengusung capres, tapi yang tak kalah pentingnya adalah mengukur kekuatan dan kemungkinan memenangkan pilpres. Maka semakin besar koalisinya, kemungkinan menang juga semakin besar. Maka tidak tertutup kemungkinan parpol-parpol berusaha membentuk koalisi sebesar mungkin, dan itu sudah terlihat dengan munculnya istilah ‘koalisi tenda besar’, ‘koalisi indonesia raya’ dsb.
Berdasarkan koalisi besar ini maka selain kemungkinan koalisi yang telah disebutkan di atas, ada juga kemungkinan lain, yaitu Partai Demokrat berusaha mengulangi koalisi jilid duanya, yaitu merangkul kembali anggota koalisi yang ada sekarang, mungkin minus golkar mengingat golkar akan mengusung capres sendiri. maka akan terbentuklah koalisi PD, PKB, PAN, PPP dan PKSÂ (untuk selanjutnya saya akan menyebut koalisi ini dengan koalisi SBY). Kalau kolisi ini terbentuk maka yang tersisa adalah Golkar, Gerindra dan Hanura. Akankah ketiga partai ini berkoalisi? Kelihatannya sulit, mengingat Golkar dan Gerindra sudah punya capres masing-masing, dan kelihatannya antara ARB dan Prabowo sulit ada yang mengalah, walaupun tidak mustahil antara ARB dan Prabowo ada yang mengalah, kalau demikian maka akan terbentuk koalisi ketiga yaitu Golkar, Gerindra dan Hanura dengan capres ARB-Prabowo atau sebaliknya.
Kalau ARB dan Prabowo tidak ada yang mau mengalah dan koalisi Golkar, Gerindra dan Hanura tidak bisa terbentuk, maka ketiga partai ini tidak ada jalan lain kecuali bergabung dengan koalisi SBY atau ke PDIP. Ke mana golkar akan bergabung? Kelihatannya Golkar lebih dekat bergabung dengan koalisi SBY karena dua hal, pertama: sudah ada kedekatan karena golkar sudah dua periode bergabung dengan koalisi SBY. Kedua: Jokowi sudah mengumumkan tidak akan bagi2 kursi, sehingga tidak mungkin golkar akan memberikan cek kosong kepada PDIP.
Kalau Golkar bergabung dengan koalisi SBY maka yang tersisa tinggal Gerindra dengan Hanura. Kalau kedua partai ini bergabung dengan PDIP, maka di pilpres nanti haya ada dua koalisi yang tentunya pilpres akan berlangsung satu putaran saja. Dan kalau ini terjadi tentunya akan lebih maslahat dan lebih menguntungkan bagi parpol-parpol dan semua rakyat Indonesia, karena bisa menghemat biaya, pikiran dan tenaga. sebab kalau terjadi tiga koalisi atau lebih maka kemungkinan besar pilpres akan berlangsung dua putaran, karena sangat sulit bagi salah satu capres memenangkan pilpres dalam satu putaran, dan ujung-ujungnya koalisi yang kalah di putaran pertama akan bergabung dengan salah satu koalisi yang maju pada putaran kedua.
Kalau hanya ada dua koalisi, capres dari PDIP sudah jelas yaitu jokowi, tinggal mencari cawapresnya. Lalu siapa kira-kira capres dari koalisi SBY? Kalaupun golkar punya suara terbanyak yaitu 14% sulit bagi koalisi ini untuk mengusung ARB dengan banyak alasan yang kalau disebutkan di sini maka tulisan ini akan terlalu panjang. Yang lebih mungkin adalah JK, karena selain orang golkar, beliau juga salah satu capres PKB. Untuk cawapresnya bisa dari pemenang konvensi PD katakanlah misalnya Dahlan Iskan.
Dengan demikian maka pilpres nanti hanya akan berlangsung satu putaran dengan dua capres yaitu Jokowi (dg cawapresnya) yang diusung oleh koalisi PDIP, Gerindra, Nasdem dan Hanura. Dan pasangan JK-Dahlan Iskan (misalnya) yang diusung oleh koalisi Golkar, PD, PKB, PAN, PPP, dan PKS. Yang menang memimpin, dan yang kalah menjadi oposisi.
Tulisan ini saya akhiri dengan memohon maaf kepada ARB dan Prabowo serta para pendukungnya kalau misalnya tulisan ini terkesan mengenyampingkan beliau bedua. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada beliau berdua, saya harus mengatakan bahwa beliau bedua harus bisa menerima kenyataan bahwa mimpi keduanya utuk menjadi presiden Indonesia kelihatannya sulit untuk tercapai mengingat perolehan suara pileg yang jauh memenuhi syarat PT yang mana ini berarti bahwa tingkat keterpilihan keduanya sangat kecil. Maka tidak perlu memaksakan diri maju karena hanya akan menguras tenaga, biaya dan waktu beliau bedua serta rakyat indonesia pada umumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H