Berharap, dan terus berharap, tentang tajuk (hutan/pohon) yang menjulang selalu kokoh bukan tumbang luluh layu.
Harapan masih selalu ada, hutan alam ini sudah terlanjut banyak terbuang, rebah dan tidak mudah tumbuh kembali.
Semua tahu, mungkin sudah tidak rahasia lagi, sebab tajuk-tajuk yang rebah itu ada tangan-tangan tak terlihat yang bermain. Tetapi sejatinya tidak hanya tentang hutan, tetapi tentang isi bumi yang semakin sering keruk oleh deru mesin yang tiada henti saban waktu tanpa mengenal siang dan malam.
Tajuk-tajuk yang mulanya berjejer rapi kini tinggal sedikit yang mampu berdiri kokoh. Ada yang terlihat, ada yang tersembunyi tak ubah seperti mimpi. Setiap tahun hutan alam (tajuk-tajuk) yang menjulang tinggi itu sengaja direbahkan hingga semakin sulit berdiri kokoh kembali.
Sedihku bersama dengan harapan semua. Aku (hutan,satwa dan ragam tumbuhan) selalu bertanya, siapakah yang peduli saat ini hingga nanti.
Tajuk-tajuk tak lagi tersusun rapi, melainkan rebah semakin tak berdaya bersama tangis para seisi rimba yang bertanya, mengapa terus terjadi begini.
Raung deru mesin bersahutan dengan suara lantang penentang yang berjuang menyuarakan alam ini agar harus selalu ada untuk anak cucu, sekarang sampai nanti.
Kelakar yang disusun rapi cenderung mengelabuhi akar rumput yang selalu (ter/di)injak oleh semua yang menganggap remeh.
Dilema bersama karma para tuan, berjanji tetapi menuai tangis derita, lihat sengketa lahan, lihat akar dan tajuk-tajuk yang terpotong-potong dan ranting-ranting yang dibakar dan menjadi arang dan debu.
Tuaian bencana banjir, tanah longsor itu yang semakin sering mendera. Dilema yang tidak pernah usai dan selalu terjadi sepanjang waktu.