Hijau nan rimbun itu julukan abadimu
Tak bisa disangkal engkau (hutan) segalanya bagi yang merasa hadirmu begitu penting
Bertahun-tahun, semua nafas menggantung dan tergantung padamu
Tak sedikit menyebutmu pusaka titipan yang kini kondisinya sedikit genting
Genting karena hadirmu (hutan) yang tak lagi banyak yang peduli, namun tak sedikit yang mengorbankan, menggadaikanmu hingga membuatmu rebah tak berdaya
Rimbunmu berganti gersang bersama benalu-benalu rindu koar kelakar tajukmu memberi peneduh namun gaduh kala rinai rintik turun dengan derasnya
Masih hijaukah dikau kini hutanku?
Bertanya senada tentang fakta di pelupuk mata
Hijau rimbunmu kini tak lagi senada harmoni
Hutanku tak lain pula sebagai nafasku dan nafasmu pula