Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kabut Asap Semakin Pekat, Jika Terus Berlanjut Akan Berdampak Buruk

17 September 2019   12:32 Diperbarui: 17 September 2019   12:46 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabut asap terhitung mulai muncul semejak akhir bulan lalu, hingga saat ini kabut asap semakin pekat saja seperti enggan berlalu. Jika terus berlanjut seperti ini, tentu memiliki dampak buruk pula.

Karena asap pekat masih mendera tiada tara, aktivitas dan pernafasan pun cukup terganggu. Apabila keluar ruangan dipastikan harus menggunakan masker karena bau dari asap cukup berdampak kepada pernafasan akibat kualitas udara yang sudah diambang tidak sehat hingga berbahaya bagi kesehatan.

Mengutip pemberitaan dari laman Kompas.com, menyebutkan; "Dari tanggal 13-16 September 2019, tercatat 529 kasus penderita ISPA," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Ketapang Basaria, Senin (16/9/2019).

Akibat munculnya asap yang semakin pekat, tidak sedikit berdampak kepada berbagi aktivitas sehari-hari masyarakat. Banyak sekolah dari tingkat TK hingga SMA harus diliburkan karena asap.  Jarak pandang pun semakin terbatas, membuat transportasi udara di beberapa tempat di Kalimantan harus menunda atau bahkan membatalkan jadwal penerbangan mereka. 

Terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga berimbas kepada sendi-sendi kehidupan yang lain, tidak terkecuali makhluk hidup dan tumbuhan ikut menjadi korban dari karhutla. Tak sedikit makhluk hidup seperti ular, trenggiling dan kura-kura ikut terbakar hidup-hidup hingga meregang nyawa.

Bahkan seperti di Kabupaten Kayong Utara (KKU), dampak dari rembetan karhutla berimbas terbakarnya sebuah gedung sekolah (SDN 07 Fillial Semanai, Desa Simpang tiga, Sukadana, KKU), Sabtu (14/9/2019), kemarin.

Hingga saat ini, berdasarkan pemantauan kualitas udara, saat ini udara tidak sehat dan sangat berbahaya akibat asap. Seperti terlihat, langit masih tertutup akibat kabut asap.

Sampai saat ini, tim pemadaman kebakaran hutan dan lahan (Manggala Agni, TNI dan Kepolisian, BNPB dan beberapa pihak seperti masyarakat peduli api) masih melakukan pemadaman dari pagi hingga sore hari.

Helikopter yang memadamkan api beberapa waktu lalu di Pelang, Matan Hilir Selatan, Ketapang Kalbar. Foto dok: Rzl/YP
Helikopter yang memadamkan api beberapa waktu lalu di Pelang, Matan Hilir Selatan, Ketapang Kalbar. Foto dok: Rzl/YP
Tidak untuk saling menyalahkan, namun yang sering kali menjadi tertuduh adalah masyarakat peladang. Pada dasarnya etika dan tata cara masyarakat justru menjunjung tinggi kearifan lokal. Masyarakat adat atau pun masyarat lokal sangat menghormati tata cara (adat istiadat) yang ada. Banyak informasi yang menyebutkan bahwa penyumbang kabut berasal dari pemilik lahan konsesi.

Dari tahun ke tahun, kebakaran terus terjadi berulang dan menjadi sesuatu (berbahaya dan berdampak) bagi tatanan kehidupan. Di lahan terbakar pun sebagian besar di kawasan gambut. Sejatinya jika berada di lahan konsesi yang terbakar menjadi kewajiban mereka pula untuk memadamkan sumber terjadinya kebakaran.

Manager Program Pendidikan Lingkungan Yayasan Palung, Mariamah Achmad, mengatakan, "Bencana asap sudah menjadi bencana rutin di Kalbar. Dari terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) penanganan sudah dilakukan akan tetapi kebakaran dan asap masih saja terjadi, dengan demikian harus dilakukan, terencana dan terintegrasi, mengurusi dari akar permasalahan bukan turunan masalah dan melibatkan  semua pihak, pemerintah, swasta dan masyarakat. 

Pencegahan  dan penanganan kebakaran hutan dan lahan juga berdasar pada hak masyarakat untuk memperoleh kualitas layanan lingkungan hidup yang baik seperti udara dan air bersih".

Selain itu, menurut Mayi, sapaan akrabnya menegaskan; perlindungan kehidupan liar juga sangat perlu untuk diperhatikan sebagai kekayaan negara.  

Kabut pekat jika semakin berlanjut maka akan berdampak buruk bagi sendi-sendi kehidupan, terutama bagi aktivitas kehidupan sehari-hari.   

Tentu, jika kabut asap tak kunjung usai maka akan semakin berdampak buruk bagi banyak sendi kehidupan masyarakat. Kabut asap yang pekat dan selalu berulang setiap tahunnya ini, entah sampai kapan asap bisa berlalu. Banyak orang yang menyatakan asap akan berlalu jika kebakaran bisa dihentikan dengan syarat jika hujan lebat turun. Hanya berharap hujan turun secepatnya bila asap ingin cepat berlalu.

Sumber informasi (bahan bacaan/rujukan tulisan :
kompas.com [1]
tribunnews.com [1]
kompas.com [2]
tribunnews.com [2]
kompas.com [3]

Petrus Kanisius-Yayasan Palung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun