Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hati-hati Jarimu Bisa Menjadi Harimaumu di Ruang dan Waktu yang Tak Terbatas

26 September 2018   16:13 Diperbarui: 26 September 2018   16:31 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jarimu harimaumu, tak salah kiranya banyak orang menyebutkan demikian. Istilah kata dan nada saat ini di era digital dan era milenial  berlaku karena tidak ada lagi batas ruang dan waktu sehingga banyak orang termasuk kita pun termasuk didalamnya.

Padahal puluhan tahun sebelum era digital dan milenial, beberapa masyarakat masih mengenal istilah mulutmu harimaumu. Namun saat ini (di era digital dan milenial), tidak hanya mulut tetapi jarimu juga harimaumu.

Aktivitas sehari-hari pun sering kali dihiasi dan tak terlepas dari apa yang namanya dunia serba canggih dan jaman yang serba modern tidak terkecuali teknologi dan arus informasi. Bisnis, bekerja, berelasi dan berjejaring sudah semakin canggih saja kini. Semua orang bisa terhubung satu sama lain lewat media sosial dan saling menerima dan menyampaikan pesan informasi.

Batasan-batasan ruang dan waktu teknologi sebagai arus utama informasi tak lagi menjadi pembatas alias yang tak jarang pula menjadi bias bablas amblas mengata-ngata dan bersahutan berujar juga mendogma. Seolah ini menjadi dewa baru dan tidak disangkal akan merajut kebebasan yang terlampau lepas sehingga ruang dan waktu menjadi penanda teknologi kian merajai berpacu berpadu menjadi satu. Singkatnya, ini  (bias jarimu harimaumu) menjadi soal ketika itu menyebar.

Terkadang atau tak sedikit contoh menjadi bukti. Sebutlah informasi-informasi dari mana saja silih berganti berdatangan hilir mudik saban waktu. Apabila kita yang kelewatan batas dalam memanfaatkan ruang dan waktu dalam bingkai pemberi dan penerima informasi mempengaruhi khalayak luas. Persoalannya, sudah siap semua kah kita dengan arus penerima dan pemberi informasi tersebut?.

Mengingat dan melihat tak jarang, sesuatu yang viral atau sengaja di viralkan begitu cepat tersaji dan menjadi sesuatu yang disebut tren baru. Arus informasi yang silih berganti itu pun datang dan tidak jarang tidak menampakan jati diri sehingga sulit melacak dan mencarinya.

Imbas jari itulah yang terkadang menjadi sesuatu. Sesuatu itu biasa saja dalam bentuk penyebaran informasi hoax dan sulit untuk diketahui apa maksud dan tujuannya. Apa boleh dikata, terkadang informasi tersebut sudah terlanjur menyebar dan berkembang biak beranak pinak menjadi sebuah kerangka pikir yang tak jarang pula menjerumuskan pola pikir yang aneh-aneh dan saling adu bukan dalam tatanan positif tetapi malah sebaliknya terlanjur berkembang alur-alur yang menyimpang atau mengajak adu domba atas dasar hoax yang sulit dipahami logika dan akal sehat.

Media sosial pun tak kalah bersaing menyedia ruang tetapi penggunanya malah sesuka hati mengumbar status lebai tak kentara dan diluar kendali. Tegoklah tak sedikit yang membuat status curhat tiada batas hingga urusan rumah tangga hingga mendewakan telepon genggam (gadjet) menjadi barang yang sakral yang semakin sulit dilepas dari tangan serta jari jemari menjadi harimau yang semakin beringas dan ganas tanpa cek, ricek dan saring terlebih dahulu. Tak jarang pula beberapa terkena imbas status yang diumbar karena ujaran terlalu tajam hingga menghujam tetapi tak berani bertanggung jawab. Banyak contoh yang bisa dijadikan bukti tentang banyak dan ganasnya jarimu jemari yang menjadi harimaumu menjadi-jadi.

Tidak jarang pula bias jari jemari di status media sosial yang diumbar adalah status-status dengan kata-kata kasar atau pun dengan amarah, sehigga ini menjadi sebuah pertengkaran hebat bagi orang yang dituju dari status tersebut. Beberapa diantaranya karena tersinggung lalu berkonflik di ranah media sosial.

Contoh lainnya, kecanduan gadjet sering kali mengubah ritus (kebiasaan) yang sebelumnya telah tertata. Tidak terelakkan, anak-anak sudah jarang mendengarkan cerita dari nenek, kakek, ibu atau bapak mereka. Anak-anak cenderung lebih suka berdiskusi asyiknya di gadjet dan lupa waktu untuk bersama mendengarkan arahan orang tua. ruang-ruang sosial sudah semakin sepi berdialog langsung berkumpul. Celakanya lagi, tidak ada pengawasan langsung dari orang tua mereka karena terkadang orang tua mereka pun lebih asyik lagi main gadjet seperti main game atau bergosip ria di medsos. Masalah pribadi pun tak jarang menjadi pembahasan.

Memposting pesan di medsos hal-hal aneh dan terkadang melanjutkan postingan orang lain tanpa dicek terlebih dahulu dan mengirim ulang lagi pesan tersebut. Tanpa cek dan ricek terkadang dengan mudahnya jari jemari memposting ulang pesan-pesan yang terkadang telah beranak pinak (pesan berantai) dan isinya bukan informasi baik tetapi mengajak hal-hal aneh atau berisi pesan negatif yang saling berujar dan mempengauhi untuk adu domba atau menjelekan sesuatu hal atau pun sesorang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun