Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Burung Enggang, Si Petani Hutan yang Tak Kenal Pamrih

10 Juli 2018   10:23 Diperbarui: 10 Juli 2018   21:19 2324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Enggang Si Petani Hutan yang Tanpa Pamrih. foto dok. ecolodgesindonesia.com

Apa jadinya apabila si petani hutan ini tidak ada di wilayah hutan tropis? Tidak hanya sebagai petani, namun ia melakukan pekerjaannya dengan ketulusan, tanpa paksaan dan tanpa pamrih.

Hidup ditakdirkan sebagai petani, mungkin itu kata yang boleh disematkan kepada si petani ini. Berpuluh-puluh kilometer si petani ini menyebar biji-bijian/buah-buah hutan (sebagai petani hutan) dilakukan saban hari.

Tanpa pamrih mungkin itu hakikinya enggang, bukan tidak mungkin motivasi mereka menyebar biji-bijian sebagai tanda nyata akan keberlanjutan nafas hidup mereka. Sebab, biji-bijian akan tumbuh, meninggi dan berbuah. Batang pohon sebagai rumah melalui dawak (lubang-lubang di pohon) dan buah sebagai makanan mereka.

Tugas mulia tanpa pamrih yang dilakukan si petani hutan (enggang) ini sesungguhnya sulit dan berbahaya. Sulitnya, banyak wilayah untuk menebar biji-bijian sebagai nafas dan hidup enggang sudah sangat berkurang bahkan hilang lenyap.

Tajuk-tajuk pepohonan yang berdiri kokoh menjulang tinggi semakin sulit berdiri yang ada rebah tak berdaya. Pepohonan (hutan hujan) pun ternyata tidak sedikit memberi manfaat bagi tatanan banyak kehidupan makhluk lainnya selain untuk si petani (enggang) ini tidak terkecuali manusia.

Hadirnya si petani hutan yang tinggal di rimba raya ini pun sejatinya menjadi tanda baik bagi semua makhluk karena mereka selalu memberi manfaat. Memberi manfaat yang tak terkira. Hutan terjaga segala makhluk hidup aman sentosa. Sebaliknya jika tajuk-tajuk rebah tak berdaya maka manusia akan menerima dampak.

Adanya hutan berarti rumah bagi enggang (petani hutan), populasi mereka bisa tetap ada dan mereka bisa makan buah pohon yang mereka sebar. Buah pala hutan/Myristicaceae yang banyak mengandung protein dan lipid, kemudian juga buah kenari-kenarian/Burseraceae adalah buah yang menjadi sumber makan mereka (petani hutan/enggang), sumber data, Jalak Suren. Selain juga ada buah kayu ara/Ficus spp sebagai makanan kesukaan enggang.

Tak terbayangkan, ketika hutan-hutan luput dan tidak disemai oleh si petani ini. Lebih khusus di wilayah hidupnya. Selain enggang, ternyata ada lagi si petani hutan lainnya. Siapakah dia? Jawabannya adalah orangutan.

Endemik dan rentan juga ada beberapa sesama enggang yang sangat terancam punah, situasi yang dihadapi oleh si petani ini. Endemik dan rentan membuat jumlah populasi mereka (enggang) semakin menurun/terancam punah bahkan hilang.

Dari tahun ke tahun habitat dan populasi enggang si petani hutan pun semakin menurun/berkurang drastis keberadaannya seperti di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Sumba.

Capture data dari nasib kelam rangkong antara perburuan dan jasa yang terlupakan. Data dok. mongabay Indonesia
Capture data dari nasib kelam rangkong antara perburuan dan jasa yang terlupakan. Data dok. mongabay Indonesia
Di Kalimantan, yang paling dikenal adalah Rangkong Gading (Rhinoplax vigil) dan Enggang Cula (Buceros rhinoceros).

Selain endemik, enggang si petani hutan diketahui juga memiliki keistimewaan karena ia sangat setia dengan pasangan hingga akhir hayatnya. Tidak bisa disangkal pula, enggang gading merupakan ciri khas Kalimantan Barat.

Selain itu juga, berdasarkan Undang-Undang No 5 tahun 1990, tentang keanekaragaman hayati dan satwa dilindungi menyatakan tegas tentang sanksi. Namun, beberapa kasus yang terjadi belum membuat pelaku kapok atau jera. Hukum 5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah, hampir dipastikan selalu dilanggar oleh oknum pemburu.

Perburuan, perdagangan dan perluasan area menjadi salah satu penyebab utama si petani hutan ini semakin berkurang jumlahnya. Ancaman nyata ini menjadi realita ketika burung enggang semakin sulit bertahan. 

Kegelisahan dan kecemasan akan keberadaan enggang si petani hutan di ambang kepunahan semakin terlihat. Hutan yang tersisa kian menipis, berbagai langkah untuk menyelamatkan begitu gencar dilakukan. Apakah ini akan didukung dan menimbulkan kesadaran sepenuhnya oleh para pencari paruh enggang/rangkong si petani hutan yang semakin merajalela untuk tidak lagi memburu dan berdagang nafas hidup dan bagian-bagian burung endemik ini.

Menanam, menabur dan menuai panen itu sejatinya yang diharapkan oleh si petani hutan. Dengan demikian (menanam, menabur dan menuai panen) para makhluk lainnya pun beroleh manfaat baik langsung atau pun tak langsung. Bayangkan jika tak ada petani hutan (enggang dan orangutan) mungkin makhluk lainnya tak sanggup menyemai hingga beribu bahkan berjuta hektar hutan. Berharap si petani hutan bisa lestari dan makhluk pun bisa berlanjut hingga nanti.

Sumber tulisan: Diolah dari berbagai sumber

Petrus Kanisius-Yayasan Palung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun