Banyak cara yang bisa dilakukan dengan tujuan untuk melindungi populasi orangutan dan keanekaragaman hayati yang ada disekitar Taman Nasional Gunung Palung. Seperti misalnya  Yayasan Palung bekerja langsung bersama masyarakat yang tinggal dilokasi tersebut untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu yang tersebar di dalam masyarakat.
Adapun tujuan utama dari kegiatan ini untuk mengembangkan mata mencaharian alternatif bagi masyarakat lokal sehingga ancaman terhadap kerusakan hutan atau lingkungan bisa diminimalisir melalui pengembangan ekonomi masyarakat lokal. Kelompok masyarakat lokal yang dimaksud adalah komunitas perajin hasil hutan bukan kayu yang tersebar hampir sekitar 90% diseluruh desa yang ada disekitar TNGP dan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor 35 tahun 2007, komunitas perajin tradisional tersebut memiliki nilai penting berupa nilai budaya, nilai lingkungan dan nilai ekonomi.
![Kreasi dari hasil anyaman. Foto dok. Yayasan Palung](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/05/kreasi-dari-hasil-anyaman-foto-dok-yayasan-palung-jpg-59d5fb6713d60a2594679862.jpg?t=o&v=770)
Dari sekian banyak manfaat dan konstribusi perajin Hasil Hutan Bukan Kayu terhadap konservasi dikawasan TNGP, perkenalkan;
Dilahirkan dan dibesarkan di Desa Sejahtera, Kabupaten Kayong Utara. Ibu Ida lahir dari keluarga petani yang sangat sederhana. Keterampilan menganyam pandan telah dimiliki oleh Bu Ida secara turun-temurun dalam keluarganya. Keterampilan menganyam dalam keluarga Bu Ida merupakan suatu kebutuhan. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan sandang dalam keluarganya seperti perlengkapan dan peralatan rumah tangga demi menghemat pengeluaran keluarganya. Kebutuhan yang dimaksud misalnya, tikar pandan yang digunakan untuk menjadi alas menjemur padi dan alas tidur bahkan termasuk untuk membungkus jenazah bagi keluarga yang telah meninggal. Bahkan dalam beberapa kesempatan Bu Ida dan keluarganya menjual tikar kepada kerabat dan keluarganya dan hasil penjualan tersebut digunakannya untuk membayar biaya sekolah Ibu Ida. Latar belakang pendidikan Ibu Ida adalah Sekolah Menengah Atas (SMA).
![Ibu Ida, 45 tahun memakai hijab, foto 2015 saat bersama Komunitas Pesisir di Biak, Papua. Foto dok. Yayasan Palung](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/05/ibu-ida-45-tahun-memakai-hijab-foto-2015-saat-bersama-komunitas-pesisir-di-biak-papua-59d5f552096dea0f03222904.jpg?t=o&v=770)
Disinilah peran Yayasan Palung terhadap persoalan tersebut dimulai;
Sabtu, 13 Agustus 2011 dikantor Kepala Desa, desa Pangkalan Buton, Yayasan Palung mengadakan pertemuan untuk membuat kelompok HHBK bersama masyarakat di desa Pangkalan Buton. Mendengar ada pertemuan tersebut, Bu Ida memberanikan dirinya untuk datang ke pertemuan tersebut. Dengan ijin dari masyarakat dan komunitas perajin di desa Pangkalan Buton akhirnya Bu Ida bisa menjadi bagian dari kelompok perajin "Peramas Indah" di desa Pangkalan Buton.
Inisiatif, komitmen dan dedikasi Ibu Ida ditunjukannya kembali pada tahun 2013, saat Yayasan Palung memulai kerjasama pemasaran lokal dengan DEKRANASDA (Dewan Kerajinan Nasional dan Daerah) milik Pemerintah Daerah KKU, Ibu Ida dipercaya oleh perajin yang lain untuk memimpin mereka dalam meningkatkan produktifitas produk anyaman pandan milik perajin untuk dijual secara rutin setiap bulan ke DEKRANASDA KKU dan masih terus berjalan hingga saat ini.
Pada bulan Agustus 2014, konsistensi Ibu Ida dalam memimpin perajin tradisional mulai dikenal oleh publik. Hasilnya, Bu Ida mulai diminta untuk melatih komunitas lokal yang tinggal dikawasan konservasi dalam hal pemanfaatan HHBK untuk ekonomi masyarakat. Perkumpulan SAMPAN dari Pontianak mengundang Ibu Ida untuk melatih dan membina komunitas lokal yang tinggal di kawasan lindung Kecamatan Hulu Sungai, Kalimantan Barat. Dan berlanjut pada November, 2014 melalui Yayasan Palung, Ibu Ida kembali diundang oleh Yayasan Dusun Papua/ YADUPA di Kepulauan Biak, Papua untuk melatih komunitas lokal di Papua dalam mengelola dan memanfaatkan pandan untuk pelestarian kawasan mangrove melalui pengembangan ekonomi masyarakat disana.
Tanggal 15 Maret 2015, Ibu Ida membantu Yayasan Palung dalam mengorganisir perajin tradisional disekitar TNGP untuk membuat kesepakatan bersama dalam perlindungan orangutan dan kawasan TNGP. Akhirnya sebanyak 57 orang perajin memberikan komitmennya secara tertulis untuk melindungi orangutan dan kawasan TNGP. Hal tersebut didokumentasikan dalam lembar Kesepakatan Konservasi Alam (KKA) dengan Nomor: I/KKA/SL-YP yang disaksikan dan ditanda-tangani secara resmi oleh Balai TNGP melalui Kepala Resort Sukadana.
![Tikar pandan, hasil dari kreasi anyaman para perajin. Foto dok. Yayasan Palung](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/05/tikar-pandan-hasil-dari-kreasi-anyaman-para-perajin-foto-dok-yayasan-palung-jpg-59d5fb860f64db212136f4e3.jpg?t=o&v=770)
Pada September 2016, Ibu Ida dipilih oleh masyarakat dan Pemerintah Desa di desa Sejahtera, KKU untuk menjadi Ketua PKK Pokja II Bidang Keterampilan Pemberdayaan Masyarakat. Sebagai informasi, desa Sejahtera merupakan desa strategis kawasan TNGP dengan potensi konflik tenurial yang cukup besar dan merupakan salah satu akses utama bagi para peneliti orangutan menuju camp Cabang Panti.
Oktober 2016, Ibu Ida memimpin 14 orang perajin pandan dari beberapa desa disekitar TNGP untuk memproduksi dan menjual sekitar 1.250 pieces tas pandan seharga @Rp.50.000 kepada DEKRANASDA KKU untuk kegiatan Festival Sail Karimata yang dihadiri oleh Presiden RI. Tidak hanya itu, Bu Ida diminta oleh Pemerintah Daerah KKU untuk mendemonstrasikan keterampilan menganyam pandan dihadapan Presiden.
Melalui penjualan 1.250 pcs tas pandan saat itu, Bu Ida dan perajin pandan disekitar TNGP mendapatkan keuntungan sebesar 1.250 x Rp. 40.000 = Rp. 50.000.000,- (setelah dipotong pengeluaran produksi sebesar @Rp. 10.000). Dari total tersebut, 14 orang perajin pandan mendapatkan keuntungan masing-masing sebesar Rp. 3.571.428 melalui penjualan di festival tersebut. Hal ini belum dihitung dengan penjualan lainnya, misalnya ke toko Borneo Chic di Jakarta dan pesanan-pesanan lainnya yang bersifat lokal.
Sejak awal tahun 2016, Ibu Ida dan beberapa perajin dari kelompok UKM Ida Craft secara rutin setiap bulan aktif mengajar anyaman pandan di beberapa sekolah di Kecamatan Sukadana, dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Kejuruan. Dan pada bulan April 2017, para pelajar di Sekolah Menengah Kejuruan (SMKN) 1 Sukadana, yang dibina oleh ibu Ida menjadi juara 2 (dua) Festival Budaya, Kabupaten Kayong Utara dalam kategori Anyaman Tradisional. Hal yang cukup membanggakan bagi anak muridnya.
Dari semua catatan tersebut, yang paling terasa spesial terjadi pada bulan Oktober 2015. ibu Ida mengorganisir satu orang penambang batu dan pasir (illegal) dikawasan mangrove TNGP untuk berubah profesi menjadi perajin pandan.
![Ibu Vina, Foto dok. Yayasan Palung](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/05/ibu-vina-foto-dok-yayasan-palung-59d5f589767e8c7a8a6cad32.jpg?t=o&v=770)
Karena hal ini, secara perlahan ibu Vina mulai fokus dalam membuat tikar dan dalam satu minggu (6 hari) Bu Vina bisa memproduksi sekitar 2-3 lembar tikar pandan. Kerjasama Yayasan Palung dan Bu Ida bersama DEKRANASDA KKU menjadi jaminan bagi ibu Vina untuk menjual tikarnya secara rutin. Dengan dasar tersebut, akhirnya saat ini ibu Vina telah meninggalkan pekerjaannya yang lama dan menjadi seorang perajin pandan sebagai mata pencaharian utamanya. Dan saat ini ibu Vina terhitung sebagai salah seorang anggota aktif dalam Kelompok UKM Ida Craft. Yang terpenting dari catatan ini adalah, saat ini ibu Vina memiliki waktu senggang untuk bersama anak-anaknya setelah sebelumnya ibu Vina tidak memiliki waktu tersebut saat ibu Vina menjadi penambang batu dan pasir dikawasan mangrove TNGP.
Semua kisah ini tentu saja karena adanya komitmen dan dedikasi yang kuat dari para perajin lokal di KKU seperti yang ditunjukkan oleh ibu Ida. Dan pengalaman ini menjadi motivasi penting bagi Yayasan Palung untuk terus berharap dan percaya bahwa masih ada kelompok masyarakat disana yang mau dengan rela dan memiiki komitmen kuat untuk mendukung langsung perlindungan hutan dan orangutan.
Petrus Kanisius (Pit)-Yayasan Palung
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI