Tidak bisa disangkal, hutan gambut begitu penting untuk dijaga dan dilestarikan, salah satunya karena lahan gambut merupakan rumah bagi ragam makhluk hidup termasuk orangutan dan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Melihat hal tersebut, saat ini tim cegah api greenpeace Indonesia terpanggil dan peduli hutan gambut yang Terancam di Ketapang, Kalbar dengan mengadakan serangkaian pelatihan dan kegiatan penanganan langsung pencegahan terhadap kebaran lahan dan hutan.
Mengingat, Greenpeace Indonesia telah mengkampanyekan pencegahan kebakaran hutan selama hampir 12 tahun. Berbagai aksi telah dilakukan untuk mencegah tangan-tangan kotor membalak hutan dan mengeringkan ekosistem gambut. Kita tahu bahwa kebakaran hebat pernah terjadi pada tahun 2015. Kebakaran saat itu dianggap sebagai "tindakan kriminal lingkungan hidup terbesar pada abad ke-21". [1]
Menurut dari data Bank Dunia, terkait kebakaran hutan pada tahun 2015 menimbulkan kerugian ekonomi, tercatat lebih dari US$ 16 miliar dan kerugian lingkungan terkait hilangnya keanekaragaman hayati sekitar US$ 295 juta. [2] Sebagai salah satu upaya untuk mencegah bencana kebakaran terjadi kembali, Greenpeace meluncurkan Kampanye Hutan Tanpa Api. Salah satu wujud nyata kampanye tersebut adalah pembentukan Tim Cegah Api (Forest Fire Prevention team).
Tim ini terbentuk pada tahun lalu, yang terdiri dari 25 orang relawan dari Sumatera, Kalimantan, dan Jakarta. Kebanyakan anggota tim adalah korban asap dari kebakaran hutan. Tim ini terlebih dahulu menjalani sejumlah latihan sebelum akhirnya terjun ke lapangan. Mereka dilatih secara khusus untuk mendeteksi titik api dan memadamkannya. Bentuk pelatihan lainnya meliputi investigasi potensi kebakaran, edukasi pencegahan kebakaran ke masyarakat lokal, hingga pengawasan pengelolaan lahan gambut.
Tim Cegah Api Focus di Lansekap (bentang alam) Sungai Putri dan Kerusakan Habitat Orangutan
Lansekap Sungai Putri merupakan hutan gambut dalam yang meliputi area seluas 55.000 hektar. Berdasarkan laporan tahun 2008 oleh Fauna dan Flora International, kedalaman rata-rata gambut yang kaya karbon lebih dari 14,5 meter, dan merupakan rumah bagi antara 900-1250 Orangutan [3]. IUCN pun telah menempatkan Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus)dalam kategori "terancam punah.", menuju sangat terancam punah atau bahkan bisa punah apabila hutan tidak tersisa.
Dalam laporan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) Orangutan Indonesia Tahun 2016 yang diluncurkan baru-baru ini oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dinyatakan kepadatan populasi orangutan di daratan Kalimantan (termasuk Sabah dan Sarawak) memang dinyatakan menurun dari 0,45-0,76 individu/km2 (PHVA 2004) menjadi 0,13-0,47 individu/km2, namun dengan cakupan luas wilayah yang lebih luas dan rinci daripada yang dilakukan pada tahun 2004. Meskipun begitu, nyatanya di lapangan, ancaman terhadap orangutan masih terus terjadi.
Kerusakan habitat menjadi penyebab utama berkurangnya populasi orangutan. Lansekap Sungai Putri menjadi salah satu habitat orangutan yang saat ini keberadaannya semakin terancam akibat pembukaan lahan untuk perkebunan sawit dan akasia, serta kebakaran hutan.