Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berjumpa Ragam Peninggalan Tradisi Budaya Leluhur di Desa Demit

4 Mei 2017   10:27 Diperbarui: 5 Mei 2017   03:38 2051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat melakukan Pemutaran Film lingkungan. Foto dok. YP

Sebagian besar, masyarakat di Demit adalah petani padi dan penoreh getah (penyadap karet). Beberapa masyarakatnya juga adalah pekerja dan pekerja di perkebunan sawit. Ada juga masyarakat yang membuat sengkalan (tempat untuk mengiris bawang/bumbu dapur) dapat juga digunakan untuk alas pemotong daging. Sangkalan dibuat dari sisa-sisa potongan batang kayu leban dan ulin. Bila leban harganya 20 ribu rupiah. Sedangkan sengkalan dari kayu ulin harganya 40-50 ribu rupiah.

Sengkalan yang dijual sebagai tempat pemotong bawang atau daging. Foto dok. Yayasan Palung
Sengkalan yang dijual sebagai tempat pemotong bawang atau daging. Foto dok. Yayasan Palung
Saat ekspedisi pendidikan, sebelum di Desa Demit kami menyambangi Desa Randau Jungkal, selanjutnya di Desa Petai Patah. Beberapa kegiatan seperti melakukan lecture (ceramah lingkungan) di  SMP-SMP yang ada di desa tersebut dan Puppet show (panggung Boneka) di SD-SD. Siang hingga sore harinya kami melakukan diskusi dengan masyarakat dan malam harinya melakukan pemutaran film lingkungan.

Lecture dan Puppet show di desa-desa saat kami melakukan Ekspedisi Pendidikan Lingkungan. Foto dok. Yayasan Palung
Lecture dan Puppet show di desa-desa saat kami melakukan Ekspedisi Pendidikan Lingkungan. Foto dok. Yayasan Palung
Saat diskusi dengan Masyarakat. Foto dok. Pit YP
Saat diskusi dengan Masyarakat. Foto dok. Pit YP
Saat kami lecture, materi yang kami sampaikan adalah manfaat hutan dan orangutan bagi manusia. Saat bermain boneka/panggung boneka di Sekolah Dasar (SD) kami bertutur tentang hutan dan orangutan yang kondisinya semakin terhimpit.

Saat melakukan Pemutaran Film lingkungan. Foto dok. YP
Saat melakukan Pemutaran Film lingkungan. Foto dok. YP
Sedangkan diskusi, kami mendengar keluh kesah ataupun juga potensi yang ada didesa. Saat pemutaran film, kami juga  menyampaikan sosialisasi tentang satwa dilindungi seperti orangutan, kelempiau, bekantan, trenggiling, enggang dan lain sebagainya.

Prasasti desa Demit. Foto dok. Pit YP
Prasasti desa Demit. Foto dok. Pit YP
Adapun asal usul nama Desa Demit, menurut masyarakat setempat awalnya karena di desa tersebut kala itu 3 kali pindah kampung dan akhirnya menetap di Desa Demit. Menurut cerita Pak Jamin, salah seorang tokoh masyarakat di desa Demit menuturkan; dulu,  karena wabah penyakit berupa diare dan ada satu kejadian dalam waktu singkat 5 ibu-ibu kala itu melahirkan bayi, tetapi bayinya meninggal. Sebagian besar masyarakat menganggap peristiwa tersebut sebagai wabah penyakit hantu (demit). Dari dulu hingga sekarang telah berumur 30 tahun. Untuk menjangkau daerah ini (Desa Demit) dilalaui dengan jarak tempuh 105,97 km dari Ketapang.

Teman-teman YP berfoto bersama. Foto dok. YP
Teman-teman YP berfoto bersama. Foto dok. YP
Semua rangkaian kegiatan ekspedisi ke desa-desa yang kami Yayasan Palung lakukan berjalan sesuai dengan rencana dan lancar dan mendapat sambutan baik dari masyarakat.

 Petrus Kanisius-Yayasan Palung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun