Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Aduh Kasihan, Satwa Endemik Itu Ditemukan Tak Bernyawa di Jalan Raya

29 Maret 2017   13:17 Diperbarui: 30 Maret 2017   18:00 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Brkantan yang sudah mati, diduga bekantan tersebut mati saat melintasi jalan. Foto dok. A. Samad, Yayasan Palung

Senin (21/3/2017) pekan lalu, saya mendapatkan kiriman foto dari rekan kerja, foto yang ia kirimkan tersebut adalah si hidung mancung. Sungguh malang nasib si hidung mancung (Bekantan) ditemukan tak bernyawa saat melintasi jalan raya.

Saat rekan saya Samad bersama Asbandi melintasi jalan, ia tidak sengaja menemukan bekantan tersebut sudah tidak bernyawa. Menurut keterangan mereka, mereka menemukan bekantan di jalan raya di Desa Nipah Kuning tak jauh dari Pasar Melano, Kec. Simpang Hilir, KKU, Kalbar.

Diperkirakan bekantan tersebut sedang melintasi jalurnya yang juga kebetulan adalah jalan raya dan seketika itu juga motor pengendara lewat dan menabrak si hidung mancung tersebut. Benar saja, menurut penuturan Samad, ada bekas tabrakan (lindasan) sepeda motor dari luka-luka bekantan yang mereka jumpai tersebut. Ada juga bekas pecahan dari bagian motor yang diduga melindas satwa endemik itu. Sungguh kasihan nasib si hidung mancung tersebut.

Bekantan dikatakan sebagai satwa endemik karena hanya terdapat di wilayah Kalimantan. Habitat hewan ini hidupnya disepanjang sungai. Biasanya hidup berkelompok, 1 kelompok dari bekantan terdiri dari 6 hingga 8 ekor.

Sungguh Kasihan Nasib Bekantan yang mati ini. Foto dok. Abdul Samad, Yayasan Palung
Sungguh Kasihan Nasib Bekantan yang mati ini. Foto dok. Abdul Samad, Yayasan Palung
Si hidung mancung, demikian banyak orang menyebutnya. Nama lain dari si hidung mancung/bekantan adalah bentang biasanya jika melintasi jalan raya bisa saja didaerah tersebut merupakan jalur/jelajahnya ataupun di sekitarnya merupakan habitat hidupnya.

Bentang atau bekantan biasanya memperoleh makanan dari pohon nyatoh/ketiau atau dalam bahasa latinnya Palaquium, spp atau Ganua, spp, kayu malau/Diospiros, spp, pohon rasau, jenis Pandanus, spp yang sudah semakin kian menipis di hutan rawa sekitar sungai.

Pemerintah Indonesia telah memasukkan bekantan sebagai satwa dilindungi dan mengelompokkannya ke dalam status endangered (terancam punah). Bekantan juga masuk dalam daftar CITES sebagai Apendix I atau tidak boleh diperdagangkan baik secara nasional maupun international. Walau pun demikian, satwa ini tak luput dari berbagai ancaman. Salah satunya perburuan, semakin sedikitnya ruang gerak berupa hutan disepanjang sungai dan lain sebagainya.

Lembaga International Union for Conservation of Nature (IUCN) mencatat, sejak tahun 1987 jumlah satwa dengan nama Latin Nasalis larvatus ini mencapai 260.000 ekor dan tersebar di kantong-kantong habitat di Pulau Kalimantan. Mangrove Forest Balikpapan merilis data terbaru 2008. Populasi bekantan diperkirakan tersisa saat ini kurang lebih 25.000 ekor.

Hingga saat ini, belum ada data terbaru terkait jumlah populasi dari satwa yang memiliki ciri khusus dengan hidungnya yang mancung tersebut.

Berharap, semoga bekantan bisa hidup aman dan nyaman habitat hidupnya serta bisa lestari hingga nanti.

Petrus Kanisius- Yayasan Palung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun