Â
Luapan badai tak kunjung pergi, menanti payung pelindung. Hilang datang, silih berganti, bertubi-tubi mendera.
Haru biru membuncah membelah fatamorgana yang tak tertuai, ingin digapai tak sampai.
Payung pelindung, tak lain tentang hutan belantara. Rimbun rimba raya, telah berganti gersang berpadu semak padang ilalang
Belantara kian lenyap berbekas dimakan waktu,
Ditelan jaman,
Terkikis menjelang habis,
Karena?
Rebah, luluh layu kerontang hingga terpanggang oleh tingkah polah jengah tanpa malu prilaku.
Membakar kulit, tersengat mulai sekarat. Merawat, dirawat itu adaikan. Nyatanya?.
Payung pelindung?
Payung melindungi, pelindung membela tak kala saatnya tiba beragam cobaan.
Cobaan menati asa uluran payung penyangga dalam rinai rintik menjadi air bah bandang juga tanah turun tak kentara. Sepoian semiliran angin menjadi garang. Tajuk-tajuk tak tahan menahan karena telah rebah sulit berdiri kembali.
Payung menjadi tudung, payung teduh peneduh jiwa segala bernyawa untuk tidak terlena dalam dekapan bencana. Hanya payung pelindung yang bisa melindungi dari setiap bocoran, rembesan aliran deras. Semoga masih ada banyak payung pelindung di setiap wilayah di negeri ini. Semoga...
Ketapang, Kalbar, 22 Juli 2016
By : Petrus Kanisius- Â Yayasan Palung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H