Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Parodi Kehidupan yang Semakin Pintar Berperan

15 Juli 2016   16:44 Diperbarui: 15 Juli 2016   16:54 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alam semesta raya yang menjalar berdiri kokoh dengan tajuk-tajuknya menjuntai menilik melirik seolah kini semakin menjerit sebagai sebuah teguran yang tak kunjung pergi. Tentang parodi drama dramatis yang semakin pandai bekelakar sekaligus berperan.

Tak kenal waktu, saban hari kian terdengar jeritan bersahut-sahutan. Bersahut menyambut pagi dari sisa-sisa pembukaan area tanpa batas nan luas.

Waktunya malam tiba, tubuh tak lagi segar sesegar nafas para pembesar yang semakin gencar berkelakar merayu rumput-rumput tetangga hingga akar rumput untuk tunduk malu dan tak berdaya.

Suara bergema berpadu dengan sayup-sayup akar yang malu mengadu, menahan juga menampung si jernih pemuas dahaga penyambung nyawa bila boleh sekiranya berlanjut.

Tingkah polah, perilaku, tabiat sama saja bersatu akan kepuasan yang tak pernah puas.

Rebah, layu hingga terbakar tak luput mendera tertera dalam bulan-bulan tertentu.

Lelehan air mata dan mata air yang semula sama-sama mengalir menangis suka cita akan kesatuan untuk saling menjaga kini berubah arah dan kini sebaliknya.

Nafas sesama nafas begitu tega (me/di)rampas tanpa menegok sisa-sisa usia pemberian pencipta.

Angin perubahan begitu mudah berubah arah, beradu mengadu menyapu yang ada dan yang masih tersisa.

Resah, gelisah yang tak ubah menjadi kisah penghakiman.

Para algojo siap beradu kekuatan membela yang berkantong penuh. Tak Salah; yang benar disalahkan, yang salah dibenarkan seperti lagu menjadi nyata realita bicara itu adanya.    

Bumbu-bumbu pengikat di-ramu menjadi satu ikatan yang tak pernah lelahdan lekang menjadi aroma pemikat pencari jabat hingga menggoda selera yang tak henti terus diracik.

Tangis gontai akar rumput terseruput ibarat kopi pagi begitu nikmat bagi para pembesar.

Mengiris, memotong, (ter/di)kelupas menjadi sisa-sisa ubang kayu (kehong) disapu tanpa ragu.

Hilang tumbuh berganti lubang menganganga hingga tersisir rapi serapi rambut nan cantik, namun penuh kutu berbau.

Parodi kehidupan terus berjalan, berhenti berarti habis, berjalan sudah pasti penuh rintang tetapi itu tangga-tangga nada kehidupan akan harmoni bila beriringan sejalan.

Untian kisah terus bergulir, belum tahu hingga kapan parodi akan tamat. Yang pasti setiap sendi kehidupan memberi makna dan ceritanya masing-masing.

Ketapang, Kalbar, 15 Juli 2016

By : Petrus Kanisius-Yayasan Palung   

   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun