Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Setidaknya Ini Penyebab Deforestasi Hutan di Indonesia dan Dampaknya

24 Juni 2016   14:00 Diperbarui: 24 Juni 2016   16:56 2250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kalimantan-deforestasi sources Radday M.2007 Borneo Maps

Deforestasi sejatinya telah dimulai sejak tahun 1970-1980 hingga maraknya pada tahun 1990-2000, perambahan hutan di Indonesia sudah mulai dan terjadi secara besar-besaran untuk industri perkayuan selanjutnya untuk perluasan area perkebunan dan pertambangan berskala besar.

Lebih parahnya lagi, pada rentang waktu atau pada tahun 2000 sampai saat ini hal serupa masih saja tetap terjadi. Target pemerintah dan pengusaha untuk terus memperluas arealnya sedikit banyak tidak menemui kendala. Ini ditandai dengan kecenderungan pembukaan lahan yang boleh dikata sangat mudah (lancar/mulus) tanpa kendala berarti. 

Padahal yang menjadi korban langsung adalah jumlah luasan tutupan hutan semakin berkurang, menjelang terkikis habis. Tidak berhenti di situ, menurunnya jumlah luasan hutan juga sudah pasti berdampak pada tatanan kehidupan makhluk yang mendiami wilayah-wilayah tersebut. Sebut saja Pulau Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Mungkin juga di daerah lainnya seperti di Pulau Jawa, Sulawesi, dan sebagainya terjadi kerusakan dan penurunan jumlah hutan, namun yang pasti tidak separah di tiga wilayah seperti di Kalimantan, Sumatera, dan Papua.

Kalimantan-deforestasi sources Radday M.2007 Borneo Maps
Kalimantan-deforestasi sources Radday M.2007 Borneo Maps
Apa penyebab lainnya dari terjadinya deforestasi di Indonesia dan masihkah sisa hutan? Sebelumnya telah disebutkan di awal, penyumbang dampak deforestasi terbesar adalah industri perkayuan, baik yang legal ataupun ilegal. Perluasan areal/wilayah untuk perkebunan dan pertambangan merupakan yang paling besar dan paling parah dampaknya bagi hilangnya jutaan hektar luasan hutan setiap tahunnya. Sudah pasti, luasan jumlah tutupan hutan di Indonesia mengalami kerusakan yang parah dan hutan yang tersisa semakin sedikit. 

Celakanya lagi, peluasan areal atau pembukaan lahan sedikit banyak terjadi di lahan gambut dalam yang sejatinya tidak boleh dibuka karena memiliki kekayaan biodiversity yang lengkap bagi kehidupan di sekitarnya, termasuk bagi satwa seperti bekantan yang berbatasan dengan pinggiran sungai terlebih di wilayah-wilayah Kalimantan. 

Hal yang sama pula terjadi di hutan-hutan primer atau sekunder, keberadaan beberapa satwa endemik/langka seperti orangutan, enggang, trenggiling, jenis-jenis tumbuhan endemik seperti anggrek. Sedangkan di Sumatera, satwa seperti orangutan menjadi sangat terancam. Di Papua, burung cendrawasih juga dalam ancamannya nyata terkait habitat hidup mereka berupa hutan yang semakin menyempit (berkurang).

Cuaca yang tidak menentu juga menjadi tanda, bahwa perubahan iklim sudah/telah terjadi. Anomali cuaca semakin membuat para petani dan nelayan semakin sulit untuk menentukan kegiatan mereka (bekerja) sehingga berdampak pada penghasilan sehari-hari pula. 

Saat ini, spesies yang paling terancam punah adalah orangutan Kalimantan dan Sumatera. Menurut data WWF, sekitar satu abad lalu, terdapat lebih dari 230.000 orangutan di dunia. Namun saat ini, orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) diperkirakan tidak lebih dari 41.000 individu. Sedangkan di Sumatera (Pongo abelii) jumlahnya sekitar 7.500 individu. Ancaman lain juga sejatinya tidak hanya kepada orangutan tetapi juga kepada satwa lainnya, seperti bekantan, kelasi, kelempiau, trenggiling, enggang/rangkong/julang. Selain itu, ada juga harimau, badak, dan gajah di Sumatera dan Cendrawasih di Papua.

Hal yang tidak kalah menakutkan adalah apabila terjadinya pembukaan lahan akan terjadi pula pembakaran lahan, baik yang sengaja ataupun yang tidak sengaja pada saat musim kemarau tiba. Hadirnya asap (bencana asap) yang sering berulang setiap tahunnya menjadi tanda nyata pula terjadinya deforestasi semakin lengkap namun yang berdampak buruk bagi semua makhluk hidup.

Selain itu juga, dampak dari deforestasi ini juga sangat terasa bagi masyarakat yang hidup berdekatan dengan hutan (mereka yang tinggal di sekitar hutan yang sedang digarap oleh indutri-industri). Sengketa lahan menjadi momok menakutkan yang tidak sedikit muncul. Kekhawatiran hilangnya/terkikisnya adat dan tradisi masyarakat mulai pudar seiring dengan masuknya industri-idustri besar. Konflik lahan antarwarga, waga dengan perusahaan pun kerap kali tidak terhindarkan. Tidak sedikit kasus yang muncul karena sebab dan akibat ini.

Tidak hanya itu, akibat dari deforestasi bisa saja berdampak pada kerusakan lingkungan. Hilangnya luasan tutupan hutan menimbulkan banjir, bajir bandang, tanah longsor ataupun kekeringan saat musim kemarau tiba. Di Kalimantan Barat dan Sumatera merupakan yang paling besar menyebabkan deforestasi adalah pembukaan lahan baik untuk perkebunan kelapa sawit, penebangan hutan, dan kebakaran lahan.

Data Deforestasi Kalbar dok. Provinsi kalbar dalam GCF
Data Deforestasi Kalbar dok. Provinsi kalbar dalam GCF
Data Deforestasi Kalbar dok. Provinsi kalbar dalam GCF
Data Deforestasi Kalbar dok. Provinsi kalbar dalam GCF
Dari data FWI menyebutkan perubahan luasan tutupan hutan seperti di Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat yang mengalami deforestasi (penurunan jumlah hutan) setiap tahunnya dengan total deforestasi 987.000 ha selama rentang waktu tahun 2000-2013.

Perubahan luasan tutupan hutan dari tahun 2000-2013 data capture dari FWI
Perubahan luasan tutupan hutan dari tahun 2000-2013 data capture dari FWI
Tentunya terjadinya deforestasi ini menjadi sebuah perhatian semua pihak, tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Perhatian dari semua pihak tersebut tidak lain adalah untuk memperbaiki kerusakan hutan yang ada. Yang pastinya juga, terjadinya deforestasi tersebut pula sudah sangat berdampak bagi sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia saat ini pula. 

Perlu langkah yang bijaksana dari semua pihak untuk memperbaiki keadaan hutan saat ini tentunya dengan keseragaman visi dan tindakan nyata. Dengan demikian, hutan dapat terselamatkan dan makhluk hidup dapat berlanjut dalam menjalani kehidupannya. Semoga...

By : Petrus Kanisius-Yayasan Palung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun