Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Nada-nada Kehidupan

23 Juni 2016   12:34 Diperbarui: 23 Juni 2016   12:49 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tengoklah, lihatlah apa yang terlihat dari fakta realita nyata, tentang;

Bumi meratap sedih seperti tak bertuan, bertahan dalam waktu yang semakin tua.

Manusia tak jarang menangis tersedu mengadu bercerita mengenai belada kehidupan; kehidupan lembut, keras, terhina juga terpandang.

Langkah gontai, luluh layu beriring bersama langkah maju glamor para pembesar juga saudagar.

Hutan meranggas rebah tak berdaya bicara dalam bahasanya menjadi sama resahnya para satwa bersama seisi rimba yang masih tersisa menanti ajal entah kapan waktunya tiba.

Ucap syukur bila beroleh rejeki, itu sejatinya. Tetapi, terkadang selalu lupa.

Mengaduh sampai gaduh mengadu kepada sesama hingga Sang Maha Segala, namun tak memperbaikinya.

Jujur tentang perilaku acap kali lenyap akibat kalah bersilat lidah mengatasnamakan Yang Kuasa jikalau mengumbar janji melukai bilah-bilah nurani.

Warna-warni perbedaan terlihat indah seperti pelangi membaur menyatu namun sering dicemburui hingga dibumbui aroma tapi tak sedap oleh tangan-tangan tidak terlihat.

Kokohnya satu kesatuan menjadi simbol kuat berakar membalut negeri yang terluka agar tetap terus berdiri bersama merah putih agar tetap berkibar mengabarkan merdeka dari segala lini, menyambut damai bagi segenap tanpa pandang dari mana ia berasal. Bukankah, baik dan indah adanya jika tangga nada kehidupan bila dinyanyikan, dimainkan, dikumandangkan sesuai irama oleh semua dengan syarat bila berpatokan pada karangan lagu Sang Pencipta.

By : Petrus Kanisius- Yayasan Palung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun