Baru-baru ini, lagi-lagi satwa dilindungi diperlakukan secara sadis oleh oknum orang yang boleh dikata sudah diluar batas. Benar saja, nasib malang tersebut menimpa si hidung mancung (bekantan) yang dianiaya dan dibunuh terus dipertontonkan kepada khalayak ramai (dipajang dimedia sosial facebook). Sungguh memprihatinkan, memilukan, sadis. Â Lantas siapa yang bertanggungjawab?. Mengingat hal ini menjadi tamparan keras bagi kita semua.
Seperti di kutip dilaman mongabay.co.id  keenam orang yang menganiaya, membunuh dan mempertontonkan melalui medsos tersebut telah teridentifikasi identitasnya oleh petugas BKSDA setempat. Adapun lokasi dari kejadian tersebut berlokasi di Sambas, Kalimantan Barat. keenam pelaku tersebut saat ini adalah pekerja kayu di wilayah Kalimantan Timur.
Sebuah tamparan keras tentang keberadaan satwa dilindungi dan endemik yang acap kali terjadi dan berulang. Menyedihkan, sangat disayangkan dan sangat tidak berperikemanusiaan mungkin kata yang cocok bagi para pelaku kejahatan terhadap satwa yang memiliki nama latin Nasalis larvatus ini. Pertanyaannya adalah mengapa hal ini terus menerus menimpa satwa endemik yang hanya bisa hidup dan habitat hidupnya hanya di wilayah Borneo ini.
Tanggungjawab siapa?. Tentu ini menjadi tanggungjawab semua orang. Mengingat, hilangnya habitat hidup dan hidupnya Si Hidung Mancung atau disebut juga monyet belanda memberi gambaran jelas tentang masih lemahnya kesadaran dari masyarakat tentang informasi bahwa satwa dilindungi tidak boleh diburu, dibunuh ataupun juga dipertontonkan kepada khalayak ramai.
Tata aturan sudah barang tentu diberlakukan sebagai efek jera jika pelaku kejahatan terhadap satwa ini sudah diketahui. Tata laksana aturan berdasarkan UU no 5 tahun 1990 ayat 2 tentang keanekaragaman hayati dan ekosistem sudah mesti diterapkan dengan hukuman nyata (proses pelaku) kejahatan terhadap bekantan tersebut.
Kasus yang terjadi ini tentu pula menjadi sebuah ingatan dan peringatan kepada kita semua untuk lebih menghargai hak-hak makhluk hidup terlebih sesama, sama halnya dengan satwa yang perlu perhatian dari kita semua.
Sebuah tamparan keras yang pasti ini erat kaitannya dengan semangat konservasi dari banyak lembaga (NGO) yang tidak henti-hentinya menyuarakan perlunya perlindungan terhadap nasib satwa dilindungi termasuk bekantan. Tentunya juga, semua berharap, apa yang diperbuat oleh pelaku harus mendapat hukuman setimpal dengan perbuatan.
Pemilik kepentingan, pemangku kebijakan dan penegak hukum sudah selayaknya menerapkan tata aturan. Apabila tata aturan tidak dilaksanakan, sudah pasti hal serupa akan terus menerus terulang. Â Satwa dan manusia memiliki hak yang sama untuk hidup dihabitat hidup masing-masing. Bagaimana jika hal tersebut terjadi pada kita manusia dan diperlakukan demikian, tentu kita tidak terima. Â Demikian pula halnya dengan satwa (makhluk hidup lainnya) terlebih satwa dilindungi.
Dengan adanya peristiwa (kejadian) ini sudah pasti menjadi tanggungjawab semua pihak pula untuk melihat secara bijaksana dan kepedulian bersama pula. Jika tidak, bukan tidak mungkin nasib Si Hidung mancung yang endemik itu tinggal kenangan dan cerita. #StopPerburuanTerhadapSatwaEndemikBekantan. Semoga saja...
By : Petrus Kanisius-Yayasan Palung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H