Kebakaran lahan yang terjadi di Desa Pelang, pada tahun 2015. Foto dok. Yayasan Palung.
Prihatin mungin kata itu yang bisa dilontarkan, ketika mengetahui tingkat kerusakan hutan Indonesia tercepat di dunia. Sesungguhnya kerusakan hutan Indonesia sudah berlangsung sejak  lama, akan tetapi tingkat deforestasi di Indonesia kian menjadi. Indonesia dikatakan telah kehilangan 840.000 hektar (3.250 mil persegi) hutan pada tahun 2012, demikan laporan yang di sebutkan jurnal Nature Climate Change, melaui rilis mereka pada tahun 2014 lalu.
Selain itu juga dikatakan, Sumber kerusakan terbesar hutan Indonesia, lebih khusus hutan Kalimantan dan Sumatera adalah karena adanya pembukaan lahan berskala besar untuk perkebunan kelapa sawit. Adapun kerusakan tersebut terbesar terjadi di Asia Tenggara, lebih khusus Indonesia (deforestasi hampir dua kali lipat dibandingkan di Amazon). Dari tahun ke tahun, tidak sedikit perusahaan berlomba-lomba membuka lahan perkebunan kelapa sawit karena minyak kelapa sawit menguntungkan bagi pelaku bisnisnya (investor). Akan tetapi, keadaan dan kondisi ini sangat berdampak buruk dan semakin mempercepat lagi kerusakan hutan Indonesia. Dengan kata lainnya, hutan di Indonesia semakin diambang kehancuran. Bahkan dalam laporan tersebut juga dikatakan jika, wilayah hutan Indonesia yang berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit kurang lebih sebesar wilayah kota Ohio, Amerika Serikat.
Parahnya lagi, kebakaran hutan setiap tahunnya selalu terjadi seperti di Kalimantan, Sumatera dan beberapa wilayah lainnya seperti hutan di Papua, yang menjadi persoalan lainnya pendukung lajunya kerusakan hutan. Puncaknya kebakaran pada tahun 2015 lalu menjadi bencana nasional. Kebakaran tersebut menyebabkan menimbulkan kabut asap yang tidak sedikit merugikan sendi-sendi kehidupan seperti transpotasi darat, udara dan laut terganggu. Aktivitas belajar mengajar juga demikian halnya. Ditambah lagu kabut asap menelan korban jiwa dan kesehatan.
Pada laporan tersebut juga disebutkan, dampak dari deforestasi yang terjadi menyumbang 20 persen terjadinya pemanasan global. Degradasi kawasan hutan dan gambut menyumbang lebih dari 60 persen emisi karbon di Indonesia. Indonesia termasuk negara ketiga di dunia terburuk penyumbang gas rumah kaca setelah Amerika Serikat dan Cina.
Dampak lainnya dengan terjadinya deforestasi berdampak buruk kepada segala makhluk hidup yang ada di sekitar hutan sebagai habitat hidup mereka. Seperti misalnya, hewan dan tumbuhan tidak sedikit yang terhimpit dan mati akibat kebakaran dan asap.
Program Lingkungan PBB (UNEP) memperkirakan pada tahun 2022 mendatang, sebagian besar hutan hujan Indonesia semakin banyak lagi yang ditebang untuk pemenuhan permintaan sawit dunia.
Jika demikian, langkah apa untuk menyelamatkan hutan?. Mampukah semua pihak untuk menyikapi persoalan ini? Setidaknya persoalan ini sangat serius berdampak bagi keberlanjutan hutan dan makhluk hidup lainnya termasuk kita yang mendiami bumi ini. Tidak untuk saling menyalahkan atau menyerang pihak-pihak tertentu, akan tetapi data dan fakta ini sebagai bukti bagi semua untuk mengambil sikap dan langkah tegas terkait regulasi dan tata aturan yang berkaitan pembukaan lahan. Jika tidak, hutan akan semakin terkikis hingga habis. Â Â
By : Petrus Kanisius-Yayasan Palung
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H