Burung Enggang Gading yang tinggal habitat hidupnya di Gunung Palung. Foto dok. Tim Laman dan Yayasan Palung.
Ibarat payung, rimbunnya hutan nan teduh sebagai pelindung dari setiap sengatan sinar mentari. Jika hutan rimbun hampir dipastikan beberapa makhluk hidup yang mendiami (berdiam) berdampingan dengan hutan ikut terjaga dan cukup aman untuk berlindung. Lalu, apa yang menarik dari hutan?.
Ragam jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh berdampingan dengan hutan bersama satwa atau dalam arti kata flora dan fauna menjadi alasan utama hutan disebut menarik. Tidak sedikit juga dari flora seperti anggrek, durian, kayu ara, rambutan hutan dan buh-buahan hutan lainnya menjadi pelengkap keindahan tersebut. Disamping juga buah-buah hutan sebagai sumber pakan (makanan) bagi fauna seperti orangutan, kelempiau, kelasi dan lutung. Selain itu juga, ragam jenis burung seperti enggang atau rangkong/tajak  dan beberapa burung kecil membutuhkan buah-buahan hutan sebagai makanan kesukaan mereka.
Tidak hanya itu, keberadaan hutan yang ada di Indonesia, lebih khusus hutan Borneo (Kalimantan) usiannya lebih tua 70 tahun dari umur hutan Amazon. Atau dengan kata lain, usia hutan Kalimantan telah berumur 130 juta tahun. Dengan arti kata, hutan tua yang berada di Borneo ini sudah sepatutnya di rawat dengan berbagai cara.
Mengingat, di hutan ini (Borneo), dari jumlah 15.000 Spesies tumbuh-tumbuhan, 6.000 terdapat di tempat ini, termasuk bunga-bungaan dan lebih 3.000 spesies pepohonan. Sedangkan mamamalia terdapat 221 jenis dan 420 spesies burung, (MacKinnon at al. 1998). Namun jika dibilang menarik sudah semakin jauh berkurang. Akibat beragam aktivitas kegiatan manusia dan deru mesin. Tidak banyak lagi hutan yang disebut menarik, segala upaya dilakukan agar hutan bisa selalu menarik. Seperti pepatah, hutan sebagai nafas segala bernyawa.
Keindahan ragam bentuk dan rupa hutan tersisa sebagai wajah juga cerminan untuk berkaca sebagai tempat yang baik pula untuk berwisata dan bercengkrama untuk memanjakan mata secara langsung sayang jika hilang dan cepat berlalu.
Hutan nan rimbun sudah semakin berkurang diambang terkikis habis. Demikian pula dengan keberadaan ragam jenis tumbuhan langka seperti anggrek, jenis-jenis kayu keras seperti meranti, ramin, ulin (kayu besi) sudah semakin jarang dijumpai. Sama halnya dengan keberadaan satwa seperti orangutan, bekantan, kelasi, lutung dan burung enggang sudah semakin langka. Perhatian, kepedulian serta kebersamaan dari semua pihak sudah semestinya menjadi langkah dan gaung serta tindakan nyata.
Keindahan lain dari hutan, tidak lain dan tidak bukan adalah karena sebagai sumber hidup. Dikatakan sebagai sumber hidup, hingga saat ini kita masih dibolehkan gratis menghirup udara dengan cuma-cuma (gratis), salah satunya karena masih adanya hutan yang tersisa.
Hutan dan keberagaman hayati yang mendiami bumi sebagai keindahan abadi, sayang jika terus disakiti juga rebah tak berdaya. Tak banyak yang bisa dilakukan jika hutan tetap lestari. Jika boleh berujar, hanya kepedulian dan langkah nyata dari semua secara bersama pula sebagai obat ampuh yang tidak bisa ditawar-tawar untuk membuat hutan tetap lestari. Semoga saja terus ada gaung, tindakan nyata dan rasa untuk saling merawat juga melindungi seperti hutan memiliki peran sebagai penjaga sebagian besar nafas segala makhluk yang bernyawa disekitarnya. Â Berharap hutan tetap menarik dan masih tersisa. Semoga saja...
By: Petrus Kanisius- Yayasan Palung
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H