Â
Hutan adat, hutan masyarakat, hutan negara, hutan desa yang di sebut dan diperuntukan sebagai perhutanan sosial, selain itu ada hutan konservasi, hutan wisata, hutan produksi dan hutan negara. Setidaknya itulah beberapa penyebutan tentang hutan. Sejujurnya hutan sebagai nafas keberlanjutan untuk terus dirawat hingga nanti.
Keberadaan hutan tersebut sebagai salah satu tanda bahwa hutan memiliki peran dan fungsi yang sangat penting bagi kehidupan bagi semua makhluk hidup termasuk manusia. Namun celakanya, keberadaan hutan tersebut banyak yang mencintai tetapi untuk merusaknya bukan untuk merawat, menanam serta menjaganya.
Orangutan bersin karena asap dan hilangnya habitat hidup mereka berupa hutan. foto dok. dari berbagai Sumber
Tanda nyata mengapa hutan banyak yang mencintai tetapi untuk merusaknya. Beberapa fakta terpapar menyebutkan, rusaknya semua hutan tersebut akibat aktifitas manusia itu sendiri dan tangan-tangan tidak terlihat (mesin) oleh para oknum pengusaha dan penguasa.
Pertama, Kebijakan; Ijin tentang pembukaan lahan terus saja terbit, pembukaan lahan pun demikian adanya semakin luas. Hutan-hutan yang ada, apapun namanya seperti disebutkan diatas hari demi hari semakin berkurang diambang terkikis habis. Tidak terelakkan nasib tragis menimpa ribuan bahkan mungkin jutaan jenis satwa dan tumbuhan-tumbuhan. Penyempitan habitat hidup mereka (berkurangnya/menyempitnya/terusirnya) mereka di rumah mereka sendiri.
Kedua, Investasi; pembukaan lahan untuk ekonomi, bisnis yang acap kali tidak mengabaikan aspek-aspek kelestrian lingkungan. Tengok saja, hanya segelintiran (tidak banyak) saja proses investasi dari perusahaan pertambangan dan perkebunan yang mematuhi tata aturan dan undang-undangan sebagai kesepakat bersama. Mengingat, tata aturan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak sering kali dilanggar. Tengok saja, pembakaran lahan hingga kasus asap yang merasakan dampak langsung masyarakat dimana investasi itu beroperasi.
Tidak hanya itu, kerugian dampak sosial, kesehatan menjadi terabaikan. Bahkan hukum di negeri ini cenderung dipermainkan oleh para oknum-oknum pemilik kepentingan untuk memperkaya diri. Yang miskin semakin dipermiskin dan yang kaya semakin kaya serta merajalela. Masyarakat akar rumput semakin terjepit dan menjerit. Hutan yang ada ada dicintai tetapi memanfaatkan dan merusaknya saja tampa merawatnya, bahkan hutan diambang terkikis habis. Â
Ketiga, pembangunan; sektor pembangunan juga ikut memberi andil dalam mencintai hutan tetapi untuk merusaknya. Pembangunan pemukiman secara besar-besaran sering kali mengorbankan hutan. Perluasan areal lahan hutan dan digantikan dengan pemukiman penduduk dan transmigrasi sedikit banyak berdampak langsung ketersediaan hutan semakin berkurang.
Dengan banyaknya luasan yang terampas tentu akan mengundang adanya banjir dan tanah longsor, sedangkan bila musim kemarau panjang tiba kering kerontang dan panas membakar tubuh siap menghadang. Dan masih banyak lagi yang lainnya. Â
Mencintai hutan namun hanya untuk merusaknya saja, itu gambaran jelas dengan apa yang terjadi di negeri kita Indonesia. Contoh yang sangat jelas, hutan yang ada dicintai/mencintai tetapi tingkah polah dengan kebijakan, investasi serta pembangunan sering kali tidak adil bagi mayoritas nafas hidup makhluk hidup.
Banyak yang mencintai tetapi untuk merusaknya (merusak hutan) yang tujuannya untuk keuntungan semata ketimbang memiliharanya secara berkelanjutan. Setelah terantuk baru menengadah mungkin itu kata yang tepat tentang dampak dari semakin berkurangnya jumlah tutupan hutan. Akan tetapi, sebelum terlambat, kita mencintai hutan tetapi sejatinya juga merawat dan menjaganya. Sebagai pengingat saja, jika pohon terakhir telah habis ditebang, barulah kita sadar bahwa uang tidak berguna.
By : Petrus Kanisius- Yayasan Palung
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H