Nasib Tragis, Paruhnya Enggang yang diburu oleh para pemburu, foto dok. Yayasan Palung, Nop 2014Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Tagis, mungkin kata itu yang cocok untuk dikatakan. Ya, benar saja, berdasarkan rilis terbaru IUCN (International Union for Conservation of Nature) mengeluarkan data terbaru tentang enggang gading yang menyebutkan status terbaru burung enggang, yang tergolong pada kelompok Aves (burung) yang masuk daftar diambang kepunahan (daftar merah/red list). Tentunya hal ini sangat mengagetkan. Mengingat dengan dikeluarkannya data tersebut semakin memperpanjang daftar red list terhadap beberapa spesies makhluk hidup yang mendiami bumi dan hutan belantara ini. Sebelumnya daftar red list mengeluarkan data terbaru yang menyebutkan daftar 25 primata paling terancam punah di dunia 2014-2016.
Dari ke 25 primata yang paling terancam, di wilayah Asia, tiga diantaranya dari Indonesia, Orangutan Sumatera (Pongo abelii), Sumatera, Indonesia. Kukang jawa (Nycticebus javanicus), Jawa, Indonesia dan Lutung hidung pesek ekor babi (Simias concolor), Mentawai, Indonesia. Sebagian besar masyarakat Kalimantan Barat setidaknya pernah mendengar nama burung enggang. Lebih khususnya lagi enggang gading (Rhinoplax vigil), kini enggang statusnya ditetapkan Kritis (Critically Endangered) atau bisa dikatakan diambang kepunahan di alamnya (hutan). Tentunya ini sangat menyedihkan dan tragis bagi nasib enggang ini, mengingat bagi masyarakat Kalimantan Barat, enggang adalah maskot (lambang/icon). Bila nasib burung enggang diambang kepunahan lalu langkah apa yang bisa dilakukan?.
Hutan Kalimantan disebut sebagai salah satu tempat yang nyaman bagi enggang, demikian juga di hutan Kalimantan itu berasal selain jenis-jenis lainnya di tempat lain di Indonesia. Semakin berkurangnya luasan tutupan hutan menjadi persoalan utama nasib enggang semakin terancam punah (kritis) keberadaannya di alam bebas. Yang sangat menyedihkan adalah habitat hidup burung enggang berupa hutan kini semakin kritis diambang terkikis habis. Sudah menjadi rahasia umum, sedikit banyak nasib tragis yang dialami oleh burung enggang disebabkan oleh beberapa sebab salah satunya perburuan, pemiliharaan dan perdagangan paruhnya yang kini masih saja terjadi dan semakin menggila. Pembukaan lahan secara besar-besaran untuk perkebunan sawit dan pertambangan menjadi salah satu penyebab semakin berkurangnya habitat hidup burung enggang.Â
Persoalan perdagangan paruh enggang yang semakin menggila dan melanggar peraturan perundang-undangan konservasi sumber daya alam, UU no 5 tahun 1990, pasal 21 ayat 2 yang menyebutkan; melarang membunuh, melukai, memilihara dan memperjualbelikan bagian-bagian dari binatang/hewan/ satwa. Hal ini juga diperkuat dengan Pasal 40 ayat 2 yang menyebutkan jika melanggar ketentuan dari pelanggaran tersebut maka akan dipidanakan dengan 5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah.
Beberapa pelanggar terhadap pelaku jual beli paruh enggang ada yang telah ditangkap namun masih banyak juga kasus perdagangan dan perburuan burung enggang hingga kini belum atau tidak tersentuh hukum. Tidak hanya itu, beberapa diantara masyarakat lokal ada yang menggunakan paruh enggang untuk kegiatan budaya. Namun tidak separah kasus perdagangan/jualbeli paruh enggang yang jumlahnya hingga ratusan paruh. Perburun dalam jumlah besar terhadap enggang inilh yang menjadikan enggang semakin kritis jumlahnya di alam bebas.
Jika memang kasus-kasus perdagangan dan perburuan terhadap burung enggang ini terus terjadi maka bukan tidak mungkin, burung enggang yang dijadikan sebagi maskot propinsi Kalbar akan tinggal cerita (dari terancam punah hingga punah). Akan tetapi perhatian semua pihak sudah seharusnya diambil.
Langkah tegas, penerapan dan penegakkan tata aturan yang berlaku sudah barang tentu untuk dilaksanakan secara tegas dan tampa pandang bulu selain itu juga perhatian, perlindungan serta konservasi terhadap enggang sudah seharuh untuk terus dilaksanakan oleh siapapun juga. Sebuah harap semoga saja, enggang gading masih bisa tersisa di alam bebas dan maskot Kalimantan Barat akan tetap ada hingga selamanya. Semoga.
By : Petrus Kanisius- Yayasan Palung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H