Masih adakah aku menemukanmu berdiri gagah dan kokoh disetiap waktu di waktu-waktu kedepan?.
Rambutmu yang dulu hijau berseri semakin botak dan ada berubah pola menjadi rambu bermodel dan bersisir rata tetapi bukan engkau lagi, engkau diganti dengan sesamamu.
Tubuhmu kini banyak merebahkannya dan tak berdaya, kering kerontang dan sering dibakar dan dipotong-potong.
Kulitmu yang mengelupas semakin terkelupas, lapuk dan membusuk terkadang diinjak-injak dan (di/ter)buang sia-sia.
Kakimu yang kuat sebagai alas dan cakar kian tak sanggup lagi menahan derasnya tangis hujan, tanah dan aliran luapan air.
Tak banyak harap; ku ingin selalu di sapa dan menyapa di usia yang semakin renta ini. Ku ingin meminta kepada semua bila berkenan untuk selalu bertegur sapa untuk merawat, menjaga, memberi makan dan menghargaiku selagi aku masih berdiri namun sudah semakin condong dan mungkin tak lama lagi aku akan rebah tak berdaya dan lapuk dimakan rayap atau kembali ke tanah.
Ku tidak lain dan tidak bukan adalah tubuh renta dari sisa dari milyaran, jutaan dan ribuan pohon yang selalu diburu dan selalu dicari namun sering ditinggali dan dipanggang serta dibuang diladang gersang.
By : Petrus Kanisius “Pit”- Yayasan Palung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H