Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kegalauan Hutanku Pada Dua Cinta dan Harus Memilih

13 November 2014   01:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:56 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_353740" align="alignnone" width="616" caption="Lahan sawit dan kabut asap di musim kemarau beberapa waktu lalu di Ketapang, Kalbar. dok. pribadi."][/caption]

Ada Pertanyaan Kenapa Indahnya Hutanku Dulu, Kini SepertinyaKian Tergerus ?. Pertanyaan itu menjadi dilema untuk dijawab karena hutanku kini galau. Tetapi apakah benar hutannya yang galau sesungguhnya?.

Dulu, indahnya hutan tidak bisa disangkal. Banyak orang memuja, memuji dan mengagungkannya. Hutanku di Nusantara ini, lebih khusus Kalimantan, Sumatra, Jawa dan Papua yang kini setiap waktu, hanya selalu terdengar hutanku yang indah itu kian tergerus. Tentu indahnya hutan ini mengapa sampai tergerus?.Kenapa tidak dibiarkan saja indahnya hutan itu?. Katanya hutanku itu sumber segalanya. Kini Hutanku sedang galau karena dihadapkan pada pilihan mana yang harus diambil.

Banyak yang bilang, kekayaan hutan di Negeriku Tercinta Indonesia selalu dinanti dan diminati siapa saja. Investasi untuk semua sektor dalam kehidupan ini semakin hari terus bergulir, itu tidak bisa di sangkal kata teman/sahabat. Akan tetapi, hilangnya indahnya hutanku bukankah tidak berpengaruh?. Tentu saja, jawabannya ya. Ya dalam arti kata banyak pengaruh. Pengaruh positifnya ada tetapi tidak dominan seperti dampak negatifnya.

[caption id="attachment_353737" align="aligncenter" width="370" caption="Hutan yang mulai tergerus. foto dok. Yayasan Palung"]

1415789582771069416
1415789582771069416
[/caption]

Secara kasat mata, tidak menuduh dan tidak menuding. Hanya ingin berbagi cerita. Indahnya hutanku, alamku, alam raya karya Sang Pencipta ini menjadi tempat semua makhluk segala bernyawa berteduh dan berdiam (tempat hidup) kini semakin tergerus nasibnya. Benarkah itu terjadi demikian adanya?.

Indahnya dulu, berbeda dengan sekarang. Dulu keindahanmu menjadi bukti pengakuan banyak orang tentang karya Sang Pncipta yang dianugerahi kepada kita bangsa Indonesia tercinta ini. Tajuk-tajuk yang menjulang dulu, kini rebah tak berdaya diterpa. Ibarat angin badai dan topan besar, deru mesin berpacu dengan waktu meruntuhkan, merobohkan bahkan memotong dan mencabik-cabik batang juga kulit seperti tidak berguna lagi.

[caption id="attachment_353736" align="aligncenter" width="375" caption="Orangutan ini dipilihara. salah satu dampak dari semakin tergerusnya hutanku. Foto dok. Yayasan Palung, tahun 2010"]

1415789163290754665
1415789163290754665
[/caption]

Ronta dan rona nafas hidup segala bernyawa seolah layu begitu saja, tetapi mereka berbicara dalam bahasa mereka masing-masing. Bahasa mereka tergambar dan terekam pada kehidupan sehari-hari manusia. Kepulan asap yang tidak kunjung henti, nasib satwa juga begitu, terlebih manusia. Semua semakin sengit berbicara dengan bahasa masing-masing pula. Indahnya hutan ini memang tidak bohongi jika kian hari (di/ter) gerus.

[caption id="attachment_353741" align="aligncenter" width="300" caption="Kebun ancaman terbesar hilangnya habitat OU, Batu Daya, Kec. Simpang Dua, Ketapang Kalbar"]

1415791392967516845
1415791392967516845
[/caption]

[caption id="attachment_353742" align="aligncenter" width="320" caption="Kebun ancaman terbesar hilangnya habitat OU, Batu Daya, Kec. Simpang Dua, Ketapang Kalbar."]

14157916731037769077
14157916731037769077
[/caption]

Puja puji yang dulu ada dan tertuju pada hutanku kini berubah arah menjadi caci maki, sumpah serapah hanya karena hutanku tidak bisa berdiri kokoh dan berdiri lagi. Hutanku ini, jika boleh dikata sedang galau berat karena seba salah. Benar saja, kegalauan hutan ini tidak lain dan tidak bukan, dihadapkan pada dua cinta dan harus memilih (apakah tetap berdiri kokoh atau rebah tak berdaya selamanya). Dua pilihan itu menjadi drama cerita dulu, kini dan akan datang. Sesungguhnya hutanku tidak galau karena tidak bisa berkata-kata seperti manusia yang selalu galau dengan kehidupan ini. Nah sudah pasti tahu, siapa yang sebenarnya galau.

Dampak dari semakin Tergerus menjelang terkikis habis hutanku tidak berbanding dengan perhatian. Tentu, laju tergerusnya hutan kini sangat sulit terbendung/dibentengi. Akan tetapi hutanku hanya satu pilihan sesungguhnya. Pilihan itu tertuju pada kita semua siapapun itu. Bukankah hutanku, hutanmu juga. Dengan demikian hutan ini hutan kita semua untuk di sebuhkan dari kegalauannya yang mendera. Semoga saja....

By : Petrus Kanisius ‘Pit’- Yayasan Palung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun