Mohon tunggu...
Pitri Ani
Pitri Ani Mohon Tunggu... Freelancer - Pitriani

Pengen Menulis semua yang ada di pemikiran tanpa ada batasan

Selanjutnya

Tutup

Money

Economic Outlook 2020, Resesi Global (Kolaborasi Pemerintah, Swasta, dan Pelaku Usaha Solusi untuk Indonesia)

17 Juni 2020   12:35 Diperbarui: 17 Juni 2020   12:36 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

"Krisis ekonomi bukan untuk dihindari, tapi harus diantisipasi. Antisipasi dalam arti siap menerima situasi yang ada dengan segala resiko, tanpa harus mengabaikannya", pernyataan Bapak Tung Desem Warigin seorang pelatih kesuksesan nomor satu versi majalah marketing dalam Smart Business Talk. Gagal bersiap artinya bersiap gagal.

Momok penting yang tidak disadari orang adalah selalu menunggu situasi terburuk telah terjadi baru akan bergerak untuk mencari solusi. Kata antisipasi sebagai upaya menyiapkan solusi untuk kemungkinan terburuk sangat sulit dilakukan, sehingga akan lebih banyak orang ataupun Negara merasakan shock saat terjadi situasi yang diluar dugaan, terlebih situasi yang belum diantisipasi sebelumnya.

Seluruh Negara di dunia dan warga negara didalamnya, tak terkecuali Indonesia, belakangan telah mengalami shock yang disebabkan oleh beberapa permasalahan internasional. Pertama, perang dagang antara Amerika Serikat dengan China, yang membuat Negara dan pelaku ekonomi selalu menahan untuk melakukan kegiatan perekonomian. Kebijakan saling mengenakan tarif rupanya sangat berefek domino kepada Negara yang menjalin hubungan dengan kedua Negara tersebut. Kedua, permasalahan kesehatan internasional akan penyebaran virus Covid 19 atau lebih familiar dengan sebutan Virus Corona. Virus Corona adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus baru yang belum teridentifikasi sebelumnya pada manusia.

Virus ini diyakini datang pertama kalinya di kota Wuhan, China. IMF mengatakan pada World Economic Outlook bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2019 mengalami penurunan menjadi 3,0 persen dari 3,2 persen pada bulan juli. Dampak perang dagang juga dirasakan Indonesia dari perlambatan ekonomi, yang ditandai dengan harga dan permintaan komoditas yang mulai tersungkur. Tidak ada antisipasi dari Indonesia sendiri untuk mengamankan komoditas yang di ekspor ke kedua negara. Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mengungkapkan bahwa nilai ekspor-impor Indonesia dengan Tiongkok dan AS pada periode delapan bulan pertama tahun 2019 mengalami penurunan.

Ekspor nonmigas Indonesia ke Tiongkok turun 0,45% atau US$ 10,3 juta. Sedangkan ekspor nonmigas ke Amerika mengalami kenaikan sebesar 0,48% atau US$ 7,6 juta. Masih ada gap kerugian yang dirasakan oleh Indonesia. (Fauzia, 2019)

Selain ekspor nonmigas, beberapa komoditas ekspor Indonesia ke Tiongkok yang mengalami penurunan adalah komoditas kertas dan kertas karton turun drastis sebesar 45,69% atau US$ 258,05 juta, kayu dan barang dari kayu serta arang kayu turun 29,27% atau US$ 467,46 juta, karet dan barang dari karet 26,67% atau US$ 307,37 juta, aneka produk kimia turun sebesar 22,33% atau US$ 1,08 miliar dan terakhir adalah produk bahan kimia organik turun sebesar 20,14% atau US$ 715,55 juta. Tidak hanya ekspor Indonesia ke China yang mengalami penurunan, Impor Indonesia dari China pun mengalami penurunan (Victoria, 2019) . "Hingga saat ini, yang banyak diimpor adalah barang-barang elektronik.

Ekspor-impor barang juga masih berjalan, kecuali hewan hidup dan pertukaran manusia dari dan ke China" , pernyataan Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia , Anton Sihombing. Pembatasan ekspor-impor Indonesia dengan China dikarenakan faktor perang dagang dan Virus Covid 19. Untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, pemerintah tetap melakukan kegiatan impor berupa buahbuahan dan holtikultura seperti bawang putih. Namun, demi keamanan nasional, pemerintah mengembalikan impor hewan hidup dari China. Hal ini memunculkan kekhawatiran akan melonjaknya harga di dalam negeri karena ketersediaan barang yang semakin berkurang.

Permasalahan tidak sampai pada kelangkaan barang, kerugian pariwisata yang ada di Bali dalam dua bulan terakhir mencapai Rp. 2,7 triliun dengan spending dana per hari mencapai US$ 1.000 dari pembatalan kunjungan turis Tiongkok. Kerugian tersebut hanya untuk wisata di Bali dan turis dari Tiongkok saja, belum dari luar Tiongkok dan Luar Bali, seperti Manado. Tidak cukup komoditas dan pariwisata yang terkena dampak, bisnis penerbangan, manufaktur, hotel, dan lainnya pun terkena efek domino akan penyebaran Virus Covid 19.

Dampak yang dirasakan oleh Indonesia adalah sampel kecil yang dirasakan pula oleh Negara di dunia yang terkena dampak dari Perang Dagang ditambah dengan penyebaran Virus Covid 19. Dengan rangkuman potensi kerugian ekonomi secara global akan mengalami -0,4% dari PDB Global, -1,7% dari PDB untuk kerugian tiongkok, dan -0,5% pada PDB untuk kerugian pada Negara berkembang. Indonesia akan mengalami kerugian sebesar -0,22%, Malaysia -0,23% , Singapura - 0,57%, Thailand -1,11%, kerugian pada PDB negara. (Ramadhani, 2020)

Melihat beberapa ancaman resesi yang ada, penulis sepakat dengan solusi yang ditawarkan oleh Master Gema seorang praktisi dari Astronacci International dalam laman youtube nya. Solusi terbaik untuk mengantisipasi adanya resesi global sebelum benarbenar terjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan adalah pemerintah harus meningkatkan trust government dari masyarakat.

Untuk meningkatkan trust government, pemerintah bisa melakukan keputusan yang bersifat growth oriented atau orientasi pada pertumbuhan, mengedukasi masyarakat akan revolusi mental sesering mungkin agar masyarakat tidak dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, bisa melalui media sosial laman pemerintah, memberikan subsidi kepada masyarakat, dan pemerintah harus menggandeng swasta serta pelaku usaha ekonomi. Langkah memilih trust government adalah upaya untuk menghindari adanya keos dan redemption. Kasus redemption pernah terjadi di Thailand pada tahun 2014, dampak dari hilangnya trust governmet dari masyarakat Thailand adalah indeks mata uang bath turun menjadi 1% terhadap dolar Amerika Serikat. (Bloomberg , 2014)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun