Mohon tunggu...
Liu Hendra Subrata
Liu Hendra Subrata Mohon Tunggu... -

http://www.apartemen-murah.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dokter & Pendeta Tao Vs Gondoruwo

20 November 2011   23:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:25 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By Hendra Subrata

Saya pernah sakit keras ketika masih kelas 3 sd.Saya terpaksa terbaring di tempat tidur selama satu setengah bulan.Keadaan saya waktu itu sudah ibarat tinggal kulit pembungkus tulang.Saya selalu merasa sangat pusing dan berjalanpun harus dituntun.Setiap makanan dan minuman yang saya makan atau minum segera akan dimuntahkan.

Ibu saya mempercayakan seorang dokter budiman untuk mengobati saya.Dokter Lay itu datang ke rumah kami setiap sore sebelum praktek untuk umum, hanya untuk menyuntik saya dengan vitamin.Setiap kali dokter tersebut akan menyuntik saya, ibu berkata, “Tahan napas, supaya tidak sakit”.Walaupun sudah tahan napas, tapi tetap sakit juga.Saking kesalnya, sayapun memarahi dokter yang suntik saya tersebut dan saya plototin dia.Tapi dia tidak membalas kemarahanku.Sejauh itu, dokter tersebut hanya memperpanjang ketahanan tubuh saya tanpa kesembuhan yang jelas.Saya mendengar dokter tersebut berkata kepada ibu saya, “Kakak ipar, saya sudah berusaha maksimal menurut ilmu kedokteran barat.Kakak iparpun harus turut berdoa, mohon pertolongan Tuhan untuk kesembuhan”.Walaupun saya menderita hepatitis-A, tapi ada komplikasinya.

Saya tidur di kamar depan yang di depannya ada jendela besar.Di depan jendelaada halaman yang ditumbuhi pohon jambu biji dan bunga sepatu.Ketika menjelang petang, saya terbangun.Saya melihat ada satu sosok tubuh berbadan besar, berbulu panjang hitam seluruh tubuhnya ( seperti: gorilla raksasa ) sedang melayang menghampiri saya.Saya berusaha berteriak, tetapi tidak ada suara yang keluar.Saya berusaha berontak, tapi tidak ada satu gerakan yang berhasil.Saya pikir, mungkin dia mau mencekik saya.Saya plototin dia.Untunglah, satu meter di depan saya, saya melihat tubuhnya menghilang, lenyap seperti awan yang ditiup angin.Keringat dingin membasahi badanku.Dan sayapun tertidur dengan lelap.

Ibu tadi pergi ke dapur menyiapkan makanan untuk adik-adik saya.Ketika dia balik, dia mendapatkan saya sudah tertidur lelap.Dia guncang guncang tubuh saya.Saya ceriterakan apa yang baru saja saya lihat.Ibu menceriterakan kepada tetangga kami ( yang juga adalah family kami ).

Paman membujuk ibu supaya saya diobati juga oleh seorang pendeta Tao.Dia tinggal tidak jauh dari rumah kami.Besoknya, jam 11:00, dia sudah datang.Saya, ibu saya dan pendeta tersebut duduk di ruang tamu. Dia mengeluarkan biji lada dan menempelkannya di antara ibu jari dan telunjuk saya.Seketika itu juga saya menjerit.Saya merasa seluruh tulang saya dari ujung kaki sampai ubun ubun seperti terpanggang api yang membara.Ibu bilang, “Paman Kun, jangan tekan keras keras”. Paman Koen melakukan kedua kalinya dan minta ibu memperhatikan.Dia cuma sekedar menempelkan biji lada tersebut.Kedua kalinya saya menjerit.Ibu bilang, “Sudah, tidak usah dilanjutkan lagi”.Dia menjelaskan, “ Ada jin yang sedang bersemayam dalam tubuh anak ini.Jin ini harus diusir”.Dia mengeluarkan “Hu” , selembar kertas kuning yang sudah ditulis dengan ayat-ayat suci Tao.Dia membakarnya, memasukkannya ke dalam air putih.Sesudah disaring, saya minum duapertiganya, sisa sepertiga buat basuh muka saya.Seketika, saya jadi segar.Saya merasa sangat lapar dan haus yang amat sangat.

Menjelang sore, dokter budiman tersebutpun datang.Ketika dia mau mempersiapkan suntik dan vitaminnya, ibu berkata, “ Dia sudah bisa makan dan minum”.Dokter tersebut tersenyum kagum, dia berkata, “Doa kakak ipar sudah Tuhan kabulkan”.

Untuk ketiga kalinya, Tuhan Allah mengirim utusannya untuk meluputkan saya dari kematian, setelah kematian pertama dan kedua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun