Ibu, ku minta lenganmu, begitu erat, menjadi bantal. Dan tanganmu yang satu, membelai-belai rambutku, yang kini semakin panjang digerus usia.
Apa yang lebih menjadi candu, ibu, selain pelukmu yang lama. Kenapa di dunia ini, tak ada satupun yang jauh lebih menyenangkan, di banding bersembunyi di balik punggungmu.
Kenapa lelah-lelah menjadi sedemekian terasa, ibu, setelah jauh matamu untuk sekedar di tatap. Lantas, apa kau tau saat-saat, ku seka ingus dan air mataku yang berlomba menuju tanah? Apa pedih nyawamu? Anakmu belum bisa menjadi apa-apa, setelah payah kau usahakan kuat benangnya dan terbang ke langit...
Kenapa susah ku rasai kasihmu, ibu, yang jauh? Tidak maukah kau datang? Barangkali kaki-kaki yang layu, bisa kembali menjadi sedemikian kokoh, setelah ku rasai senyummu, jatuh di pelupuk mataku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H