Menanggapi Kasus Pemerkosaan Anak Hingga Hamil Di Sukabumi Dari Sudut Pandang Psikoseksual
Oleh Alfira Ayunda Ayukhan
Universitas Negeri Surabaya / PG PAUD 2023E
Menurut laporan yang diterima oleh Polres Sukabumi, diketahui seorang ayah beeinisial N (49) di Kecamatan Cisolok, Jawa Barat memperkosa dua anak kandungnya bertahun-tahun. Keduanya diperkosa sejak duduk di bangku kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar (SD) hingga usia 17 dan 19 tahun. Dari perbuatan tersebut, satu hal yang pasti adalah kerugian besar bagi korban. Pasalnya, bagaimana mungkin seorang ayah yang seharusnya melindungi dan memberi kasih sayang kepada anak, justru menimbulkan trauma psikis kepada mereka. Ditambah lagi fakta bahwa korban yang disebutkan masih berada dikalangan anak-anak, tentu hal semacam ini sangat menyalahi aturan yang berlaku.
Selain itu, tersangka juga tercatat melakukan tindakan kekerasan dengan menggunakan kabel besi, raket bulutangkis, dan benda hias dinding agar kedua anaknya mau melakukan persetubuhan. Tentu hal ini tidak dibenarkan, karena kekerasan dalam bentuk apapun tetap saja menimbulkan luka. N mengakui bahwa ia melancarkan aksinya karena sudah tidak nafsu dengan sang istri, tersangkapun juga kerap menyaksikan video porno yang menambah hasrat nya semakin tidak terkendali. Dari perbuatan tak senonoh yang dilakukan, tersangka dijerat Undang-undang Perlindungan Anak pasal 81 ayat 1, 2, 3, 5 dan atau pasal 82 ayat 1, 2, 4 dengan ancaman paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun.
Kasus pelecehan diatas  merupakan salah satu penyimpangan yang berkaitan dengan teori perkembangan psikoseksual yang diutarakan Sigmund Freud. Dalam teori tersebut, hasrat seseorang cenderung didorong oleh 3 hal, yaitu (1) Id (2) Ego dan (3) Super Ego. Pengendalian hasrat ini sudah sejak kecil dilakukan agar menstimulasi pengendalian perilaku mereka. Seperti halnya, trial toilet training memiliki dampak baik dikehidupan seseorang untuk dapat mengendalikan nafsu mereka dengan kadar waktu dan situasi yang tepat.
Namun pada faktanya, setiap individu memiliki hasrat masing masing. Pengendalian yang diupayakan bisa saja lepas pantau jika puncak nafsu sudah melewati tahap Id. Maka cenderung orang orang yang berada di fase ego maupun superego, perlu diperhatikan lebih intens agar hal hal buruk yang sekiranya dapat dicegah, bisa dilakukan. Pada kasus yang dibahas, pelaku sudah berada dipuncak nafsu yang tidak bisa ditolerir lagi, sehingga perbuatan yang dilakukan kepada buah hati mereka terjadi sedemikian rupa. Ditambah lagi, beberapa faktor pemicu nafsu yang didapatkan tersangka kian besar skala nya untuk dapat sekedar dicegah atau ditahan.
Jika saja, nalar seseorang dapat berjalan dengan baik pada tiap tiap situasi, setidaknya akan ada tolak ukur dan pengondisian yang tepat dalam diri seseorang sebelum bertinda. Namun, pada kenyataannua setiap orang memiliki bentuk perlindungan nafsu dengan cara yang berbeda beda, ada yang melampiaskan pada aktivitas positif, dan adapula yang sebaliknya. Setiap orang juga memiliki cikal bakal dan bibit bobot untuk menjadi seorang kriminal, namun yang menjadi pembeda adalah bagaimana kita mengendalikan tombol 'on' dan 'off' fase itu. Inilah mengapa pentingnya penjagaan berkala dari perkembangan psikoseksual yang disampaikan oleh Freud, dengan demikian setidaknya seseorang memiliki latihan dan bentuk kebiasaan yang positif dalam mengarahkan nafsu, keinginan, atau hasrat sejak usia dini dengan timeline dan sasaran yang benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H