Betapa cerobohnya aku yang tidak teliti menyimpan baik-baik berkas penting. Padahal berkas itu sangat penting ketika suatu saat dibutuhkan. Kekhawatiran tersebut pun belakangan terbukti.
Keteledoran itu ternyata menyusahkan diri sendiri. Betapa ceroboh banget sih diriku ini, buktinya lembaran penting itu tidak satupun tersimpan di rumah. Lantaran beberapa kali rumah kami didatangi musibah banjir sehingga berkas-berkas pendaftaran dan setoran awal haji pun tercecer, entah kemana rimbanya. Berkas tadi sebenarnya tersimpan juga di Bank dan di kantor Agama, namun itu privasi mereka untuk mengamankannnya. Lantaran kecerobohan tadi, akibatnya saya mengalami kendala ketika mengurus pembatalan ibadah haji.
Alasan mengurungkan ibadah haji bagi yang mampu untuk menyelesaikan urusan hutang piutang yang membuat hidup tidak tenang. Tidak afdol rasanya berhaji namun menyisakan hutang piutang.
Tercatat dalam Islam, berhutang memang sesuatu yang diperbolehkan dan telah diatur ketentuannya, selama orang yang berhutang memiliki niatan dan kemampuan membayar di kemudian hari. Sebab, jika orang yang berhutang tidak memiliki niatan dan kemampuan untuk membayar, maka ancaman dan peringatan dari Rasulullah SAW sudah siap menanti orang itu, sejak ia masih berada di dunia, di saat kematian, di alam kubur, hingga di akhirat.
Ketika orang itu masih di dunia, Rasulullah SAW mengingatkan,"Siapa saja yang mengambil harta orang lain (berhutang) seraya bermaksud untuk membayarnya, maka Allah akan (memudahkan) melunasinya bagi orang tersebut. Dan siapa saja yang mengambilnya seraya bermaksud merusaknya (tidak melunasinya), maka Allah akan merusak orang tersebut," (HR. Ibnu Majah).
Pada saat kematiannya, orang yang berhutang tidak mendapat rida Allah SWT. Rasulullah SAW menolak menshalatkan jenazah yang mempunyai hutang sampai ada pihak-pihak yang melunasi hutangnya.
Setelah berada dalam kubur, orang yang berhutang juga mengalami penyesalan yang luar biasa, sampai-sampai tangannya terbelenggu di tengkuknya, sebagaimana hadits Rasulullah SAW, "Orang yang memiliki hutang, di alam kuburnya, tangannya terbelenggu. Tidak ada yang dapat melepaskannya hingga hutangnya dilunasi."
Dari sini kita dapat menarik simpulan bahwa seorang muslim/muslimah terkena kewajiban haji jika memiliki kemampuan bekal pergi dan pulang tanpa menanggung utang. Ketika memiliki tanggungan utang, maka ia harus melunasi dulu tanggungannya, setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji kemudian.
Setelah membaca Riwayat bijak dari Rasulullah SAW diatas, niat untuk melunasi hutang kepada teman mulai menggeliat dalam benak. Akhirnya pada Rabu 6 September 2023, meluncurlah kami ke Kantor Agama untuk menanyakan nomor porsi haji sekaligus membatalkan keberangkatan haji. Begitu masuk ruang kerja bagian haji, kami disambut cukup hangat. Kehangatan berubah masam ketika saya mengutarakan niat membatalkan haji demi melunasi hutang. Mungkin saja pihak Kemenag kasihan melihat kami membatalkan ibadah haji bagi yang mampu dan bebas dari hutang dong.
Pihak Kementerian Agama kota Makassar menanyakan mana berkas-berkas haji untuk diproses pembatalan haji reguler. Parahnya, saya tidak bisa menunjukkan berkas tadi, kecuali bukti tangkapan layar dengan nomor porsi haji 2300132376 diperkirakan berangkat tahun 2020, namun porsi tersebut sudah tidak aktif karena pernah saya ambil untuk keperluan lain.
Selanjutnya kembali saya mengurus keberangkatan haji reguler untuk kali kedua, maka terbitlah nomor porsi haji yakni 2300291067, mirisnya nomor porsi tadi diperkirakan berangkat 2043. Apatah lagi masih punya sangkutan hutang piutang. Andai ada dermawan yang mau membantu meringankan utang kami, tentu proses pembatalan tersebut insha allah tidak akan terjadi. Mustahil ada dermawan yang mau berbuat itu tanpa timbal balik.
Mengetahui tidak bisa membuktikan berkas tersebut kami harus membuat surat keterangan kehilangan dari pihak kepolisian. Dalam perjalajan pulang saya senyum-senyum sendiri sekaligus bertanya-tanya. Ada apa dengan kepolisian ya?. Padahal waktu setor dana haji di Bank tidak dimintai melapor ke polisi, tapi sewaktu berkas tercecer atau kehilangan sesuatu barang kok harus minta surat keterangan dari kepolisian?. Ya sudahlah, demi memuluskan urusan berkas-berkas tadi, kami mengikuti Standor Operasional Prosedur yang berlaku di tanah air tercinta, Indonesia.
Akhirnya kami pulang untuk mengurus surat keterangan kehilangan dari Kepolisian esok harinya.
Pada Kamis, 7 Sepetember 2023. Dengan niat baik, pagi-pagi kami meluncur ke kantor polisi terdekat untuk meminta surat keterangan dari kepolisian. Tak perlu menunggu lama surat yang dimaksud terbit, kami pun beranjak ke Bank meminta bantuan diterbitkan setoran awal, lagi-lagi tak butuh waktu lama surat yang dimaksud berada ditangan.
Sejurus kemudian kami berangkat ke Kantor Agama Kota Makassar. Bertemulah dengan pegawai Kantor Agama dengan maksud membatalkan haji untuk keperluan yang lebih mendesak yakni mencicil hutang. Berkas-berkas tadi saya serahkan kepada salah satu pegawai kantor Kemenag Kota Makassar yang kebetulan bapak-bapak dan dilayani cukup baik, tak lama dipelajarinya berkas pembatalan haji, lalu saya diarahkan masuk ke ruangan data untuk proses foto buat pembatalan haji, kasus pun selesai dengan baik dan sesuai prosedur, untuk pengembalian dana menunggu dua minggu sampai satu bulan akan ditransfer melalui rekening Bank.
Semoga kejadian ini tidak terulang dikemudian hari, cukup aku saja yang mengalaminya. Jaga dan rawat baik-baik arsip keluargamu, kehilangan berkas arsip itu berat apalagi kehilangan kamu. Semoga Allah SWT memberi rejeki dikemudian hari untuk beribadah ke Baitulloh. Aamiin. Terimakasih atas pelayanan terbaiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H