Wahai sobat tercantikku...
Bahagiamu, bahagiaku...
Masih ingatkan, ketika beban kehidupan menghampiri, dimana saat itu kepalamu menyandar penuh haru.....
Tanpa terasa buliran bening itu membasahi bahu, saat itu pula anganku berselancar sembari membelai penuh kasih, telingaku seakan milikmu...
Wahai sobat tercantikku, hingga sekarang bahu ini akan selalu menjadi sandaran keluh kesah berbagi cerita pahit getirnya kehidupanmu.....
Aku tahu diri kok, itu pilihan orang tua juga pilihanmu, suka tidak suka itulah pahitnya kehidupan, bak cerita bersambung, kau utarakan tak kunjung usai
Sekian lama waktu terlampaui, sedari gadis hingga sekarang kecantikanmu tak pernah memudar....
Namun begitu jangan lupa hargai aku, sampai saat tak secuil kisahmu tidak ku ketahui lagi....
Hari-harimu mungkin penuh suka dan duka, akulah sahabat pilihan yang paling engkau percaya
Kini...
Bahu ini bukan lagi tempatmu bersandar, telinga ini tidak lagi menjadi pendengar celotehanmu
Aku tak lagi jadi pilihanmu, sebab telah ada dia dalam relung hatimu...
Sobat terbaikku, dalam tengadahku, aku selalu mengungkap bahagiamu bahagiaku....
Segenap doa selalu terpanjat, meski kini tlah ada hati lain kau singgahi
Pamit...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H