Saat berada di gua Tsur pada waktu perjalanan hijrah tersebut, Allah memberikan perlindungan (keberuntungan) untuk dapat melalui rumah laba-laba itu dengan damai tanpa harus merusak dan mengganggu makhluk lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa agama Islam yang diwahyukan Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW merupakan agama yang cinta damai.
Pada bagian depan bangunan utama terdapat ruangan yang dipergunakan oleh imam untuk memimpin sholat dan khotbah yang sengaja dibentuk seperti pintu gereja, ini menunjukkan bahwa Islam mengakui dan menghormati keberadaan Nabi Isa AS sebagai utusan Allah yang menerima Kitab Injil bagi umat Nasrani. Juga menunjukkan bahwa Islam mencintai hidup damai, saling menghormati dan tidak mencampuri kepercayaan orang lain.
Pada sisi kanan Masjid terdapat relief Muham mad Cheng Hoo bersama armada kapal yang digunakannya dalam mengarungi Samudera Hindia. Relief ini memiliki pesan kepada muslim Tionghoa di Indonesia pada khususnya agar tidak risih dan sombong sebagai orang Islam.
Orang Tionghoa masuk Islam bukan merupakan hal yang luar biasa, tetapi merupakan hal yang biasa karena pada 600 tahun yang lalu, terdapat seorang Laksamana beragama Islam yang taat bernama Muhammad Cheng Hoo dan beliau telah turut mensyi'arkan agama Islam di tanah Indonesia pada jaman itu.
Beliau adalah utusan Raja Dinasti Ming yang menjalani kunjungan ke Asia sebagai "Utusan/Duta Perdamaian" Sebagai seorang bahariawan dan Laksamana, Muhammad Cheng Hoo berhasil mengelilingi dunia selama 7 kali berturut-turut dan menjalin hubungan perdagangan dengan negara-negara yang dikunjunginya termasuk diantaranya adalah bersilaturahmi mengunjungi Kerajaan Majapahit untuk menjalin hubungan perdagangan.
Barang-barang yang dibawanya yakni sutra, keramik, obat-obatan dan teh. Oleh sejarah perjalanan itu dikenal sebagai perjalanan/perdagangan sutera.
Guna mempererat hubungan dengan Kerajaan Majapahit, diberikanlah Puteri Campa untuk dipersunting oleh Raja Majapahit. Keturunan Puteri Campa pertama adalah Raden Patah, kemudian Sunan Ampel dan Sunan Giri (termasuk 9 Sunan atau Walisongo) yang kemudian melakukan syi'ar agama Islam di tanah Jawa.
Dalam pelayaran Muhibah yang dilakukan oleh Muhammad Cheng Hoo dapatlah diambil pelajaran oleh para penerusnya, bahwa seluruh umat hendaklah bersatu mempererat tali silaturrohim, saling menghormati sesama umat agama, tidak mencampuri urusan rumah tangga orang lain dan hidup rukun serta damai antar sesama umat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H