"Pengalaman "terlambat" berkenalan dengan vaksin Sinovac di Klinik kesehatan Polda Sulawesi Selatan. Dikatakan terlambat, lantaran saya boleh dikatakan terakhir di vaksin ketimbang anak-anak dan istri."
Begini ceritanya, ketika akan memasuki klinik Polda Sulsel antrian peserta vaksin pertama maupun kedua tidaklah padat, sebab selain hari Sabtu mayoritas masyarakat Makassar sudah disuntik vaksin pertama maupun kedua.
Sejauh mata memandang terpampang tulisan "Gerai Vaksin Presisi Polda Sulsel merupakan bentuk bhakti kesehatan Bhayangkara untuk negeri. Hal ini merupakan transformasi menuju Polri yang presisi mendukung percepatan penanganan covid-19 unuk masyarakat sehat dan pemulihan ekonomi nasional menuju Indonesia maju".
Pesan ini merupakan upaya Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang didukung TNI, Polri dan berbagai stakeholders untuk turut mengampanyekan vaksinasi dan pencegahan Covid-19.
Harapannya, jika vaksinasi bisa dilakukan secara masif, maka akan menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity) di Indonesia dapat segera terbentuk, khususnya di lingkungan keluarga.
Meski terbilang sangat terlambat, namun melalui media ini, saya sedikit menceritakan pengalaman "terlambat" berkenalan dengan vaksin Covid-19 pertama pada tanggal 13 November 2021 pagi.
Sebelumnya saya sudah melihat, mengorek, membaca informasi dari teman-teman di group, anak dan istri serta berbagai informasi Komunitas Epilepsi Indonesia tentang efek samping vaksin pada orang dengan epilepsi, jadi sudah ada gambaran, apakah ada efek samping dari vaksin bagi epilepsi.
Mayoritas jawaban dari komunitas boleh di vaksin, asal kejangnya terkontrol, nah dari situlah akhirnya saya berkenalan langsung dengan Sinovac itu, yang konon membahayakan nyawa, ternyata kabar buruk tentang dampak buruk vaksin tidaklah benar alias bohong semata.
Sesampainya di klinik kesehatan milik Polda Sulsel, langkah pertama registrasi untuk dilakukan tensi tekanan darah. Saat tensi yang ternyata tekanan darah tergolong tinggi.