Salah satu alasannya karena selama ramadan pemerintah tidak memberi libur dan harus masuk kerja pagi hari, kalau semalam suntuk tidak ada tidur otomatis mengantuk mengurangi produktivitas kerja, akibatnya teguran sampai hukuman disiplin menjadi andalan pimpinan untuk menjerat abdi negara tersebut.
Selain itu aturan pemerintah notabene adalah buatan manusia. Ternyata aturan manusia itu lebih ditakuti mengalahkan segalanya, termasuk hukum dan skenario dari Allah SWT terlebih lagi selama ramadan ini. Astagfirullah.
Hidup di negara majemuk yang ber BHINNEKA TUNGGAL IKA ini untuk menerapkan aturan Tuhan tidak semudah membalik telapak tangan. Â
Jujur saja sebagai Pegawai seperti saya lebih cemas, wawas kalau gaji atau tunjangan kinerjanya dipotong, sebab hal ini berdampak pada penghasilan. Sebaliknya, apabila pahala ibadahnya berkurang dipotong tapi dosa bertambah pada anteng-anteng saja lantaran tidak berdampak dalam kehidupan dunia, hanya hukum akheratlah yang menunggunya.
Semoga tahun-tahun berikutnya wabah ini segera pergi dan pemerintah Indonesia mau memulai menurunkan aturan libur total memasuki 10 malam terakhir ramadan hingga Idul Fitri setiap tahunnya. Kapan lagi mau menimba pahala kebaikan bulan suci ramadan.Â
Memang betul berbuat baik itu tidak harus menunggu ramadan, toh demikian boleh jadi selesai ramadan ini, kita, saya, anda, kamu, beliau, kami, kalian bertemu sakaratul maut sehingga tidak bisa menjumpai ramadan lagi. Segala kesempurnaan mutlak milik Allah SWT, sedangkan manusia tempatnya khilaf dan dosa.
Tidak tahu harus menuliskan apa lagi, saya hanya bisa berucap Innalillahi wainnailaihi rojiun untuk negeri ini. Semoga semuanya dimudahkan jalannya, diampuni segala dosa dan khilafnya, diterima amal ibadahnya dan diberi kesabaran juga keikhlasan, Aamiin Yaa Rabbal Alamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H