Kepergian pemiliknya, dilema ikan cupang kian berkepanjangan...
Bahan bisikan busuk tak berkesudahan....
Ada yang bilang aji mumpung...
Ada yang menyindir, mencibir, hingga benci itu hanya pemilik jiwa-jiwa kerdil berhati ecobrik...
Para pendatang baru tiba-tiba menyemuti ruangan itu mencoba mengobrak-abrik tempatmu....
Kemana mereka selama ini, kok baru sekarang nimbrung tanpa nalar
Menyingkirkan para relawan, sahabat seperjuangan.....
Kepergianmu tak mengubah indahnya sisik cupang berwarna-warni....
Berenang sempit, terperangkap kaca dan air mata, dilema memang....
Entah mengapa mereka bahagia senang melihat orang susah, tebar fitnah hingga musnah berkalang tanah....
Walau tak menemukan sempurnanya kehidupan, cupang-cupang itu bersahaja menghibur hati duka lara....
Cupang-cupang itu mampu membuang semua rasa bosan...
Tanpamu, rasa indahpun datang....
Mungkinkah tumbuh kepuasan atas kepergianmu.....
Entahlah....
Semoga aku yang salah, atas minusnya cupang-cupang itu...
Biarlah ku terima semua kemungkinan itu....
Murah harganya, mahal dalam lingkaran kebaikan.....
Dilema ikan cupang berenang riang di arus yang tenang....
Dan aku menikmati itu....
Bersama cupang-cupang yang telanjang ekornya begitu meminangku....
Begitu menatapmu, masalah-masalah itu tak ubahnya sampah jalanan dan pantasnya dimusnahkan....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H