Bukan hanya satu atau dua orang saja yang kecewa, lebih dari pada itu, berkurangnya rute bahkan berhenti beroperasionalnya BRT di Kota Makassar. Berdampak besar buat kelancaran lalu lintas jalan raya.
Biaya pengeluaran akhir pekan bersama keluarga membengkak. Sementara pemasukan sangat minim. Contoh kecil, ketika menggunakan BRT menuju ke suatu pusat perbelanjaan hanya dikenai tarif Rp. 5000,- total pulang pergi hanya merogoh kocek sebesar Rp. 10.000,-.
Sebaliknya, ketika saya pergi mengendarai pete-pete dengan tujuan yang sama plus ngetem sembari mencari penumpang lain, biaya transportasinya membengkak tiga kali lipat. Dengan tujuan yang sama ongkos transportasi pulang pergi berkisar Rp. 30.000,- hingga Rp. 35.000, "sungguh super sekali".
Bus Rapid Transit (BRT) lebih bagus, aman, dan nyaman dari pada menggunakan transportasi umum konvensional (pete-pete). Kesabaran penumpang menunggu BRT yang datang menjadi kelemahan.
Maraknya kendaraan bermotor beraneka merek memadati jalan-jalan raya menambah kemacetan lalu lintas. Bukankah semakin tinggi kemacetan maka semakin tinggi pula angka kecelakaan. Kita semua pasti tidak menginginkan kemacetan, tetapi "sebenarnya kita sendirilah pecipta kemacetan."
Sejauh ini Makassar telah menghadirkan sebuah kendaraan berkabin luas, ditunjang ruangan ber AC. Nama kendaraan umum itu adalah Bus Rapid Transit (BRT).
Agar halte-halte yang terbangun di beberapa titik di Kota Makassar tidak sekarat dan berkarat. Ayo biasakan menggunakan transportasi BRT. Untuk mewujudkannya, tambah jumlah armada dengan jadwal keberangkatan yang tidak terlalu lama, bukankah lebih cepat, lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H