Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ruwetnya Pengusutan Sengketa Pembabatan Hutan Mangrove di Desa Nisombalia

3 Februari 2019   12:15 Diperbarui: 3 Februari 2019   18:40 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembabatan Hutan Mangrove di Desa Nisombalia (dokpri).

Para pemegang kebijakan di dusun ini memiliki kejelian membaca peluang-peluang serta berpotensi melakukan apapun di dusun yang bisa dijadikan pendapatan, termasuk melakukan pemangkasan serta penimbulan lahan Mangrove.

Hingga sadar atau tidak sadar beliau memprakarsai permohonan surat keterangan garapan guna dimohon untuk penerbitan Surat Permohonan Objek Pajak (SPOP), melalui SPOP. 

Atas dasar SPOP itu menelorkan Pajak Bumi Bangunan (PBB) atas asset negara, gayung bersambut, Kepala Desa Nisombalia yang dikenal sebagai Kepala Desa termuda dimasanya, menjalankan pemerintahan lebih kurang 12 tahun, diperiode ke duanya tanpa Birokrasi memiliki kekuatan opini diwarganya, merasa tidak ada beban untuk melenggang menuju Pilkades untuk periode ke tiganya.

Hal ini disekelilingnya orang-orang profesional di bidangnya. Aktor-aktor pembabat hutan mangrove merupakan ideologi mental Kades Nisombalia.

Namun kenyataannya Camat pun ikut membubuhi tandatangan. Lanjutnya maka secara legalitas semua berkas lengkap apa yang terjadi begitu adanya.

Mirisinya, dampak perjuangannya menyelamatkan lingkungan, justru Yunus dan keluarganya mendapatkan teror dari orang-orang suruhan aktor-aktor intelektual tersebut.

Tepat sekiranya pepatah lama tetap berlaku, yaitu "hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas." Kapan tuntasnya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun