Para pemegang kebijakan di dusun ini memiliki kejelian membaca peluang-peluang serta berpotensi melakukan apapun di dusun yang bisa dijadikan pendapatan, termasuk melakukan pemangkasan serta penimbulan lahan Mangrove.
Hingga sadar atau tidak sadar beliau memprakarsai permohonan surat keterangan garapan guna dimohon untuk penerbitan Surat Permohonan Objek Pajak (SPOP), melalui SPOP.Â
Atas dasar SPOP itu menelorkan Pajak Bumi Bangunan (PBB) atas asset negara, gayung bersambut, Kepala Desa Nisombalia yang dikenal sebagai Kepala Desa termuda dimasanya, menjalankan pemerintahan lebih kurang 12 tahun, diperiode ke duanya tanpa Birokrasi memiliki kekuatan opini diwarganya, merasa tidak ada beban untuk melenggang menuju Pilkades untuk periode ke tiganya.
Hal ini disekelilingnya orang-orang profesional di bidangnya. Aktor-aktor pembabat hutan mangrove merupakan ideologi mental Kades Nisombalia.
Namun kenyataannya Camat pun ikut membubuhi tandatangan. Lanjutnya maka secara legalitas semua berkas lengkap apa yang terjadi begitu adanya.
Mirisinya, dampak perjuangannya menyelamatkan lingkungan, justru Yunus dan keluarganya mendapatkan teror dari orang-orang suruhan aktor-aktor intelektual tersebut.
Tepat sekiranya pepatah lama tetap berlaku, yaitu "hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas." Kapan tuntasnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H