Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Biarkan Kusen Itu Menganga Lebar

27 Januari 2019   18:35 Diperbarui: 27 Januari 2019   18:50 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kusen. Sumber : dokpri

Tak usah heran atau kagum, biarkan saja kusen pintu itu menganga lebar


Kepada kusen rumahku yang tak lagi kokoh menjaga permata hatiku.....

Rumahku sederhana saja, type 21 serasa berdiam di hotel bintang lima...

Tak sebagus istana negara, batu batanya dari lumpur  atapnya asbes bergelombang, itupun berlobang sisa paku-paku berkarat...

Acapkali hujan, atapnya melantunkan suara berisik dan terpercik memeluk rasa kemirisan, sedemikian menarik karena terkenang selamanya...

Kusen itu dulu begitu tangguh akan hujan dan banjir, kini perlahan rapuh digerogoti rayap....

Sumber : dokpri
Sumber : dokpri
Ventilasinya saja berhiaskan retakan bertaburkan ilmu pengetahuan...
Pintunya menganga setiap saat, tak kenal pagi, siang dan malam, begitulah adanya.....

Kayumu tak lagi gagah melindungiku dari terik dan banjir...

Jendelanya saja tak simetris menyajikan sepoi-sepoinya cuaca yang tersesat...

Aku yang seorang perangkat pemerintah, tak lagi sanggup membeli sebatang kusen baru
Bahkan pintunya sekalipun....

Yah, tertawalah...
Biarkan saja kusen itu menganga lebar-lebar...

Sepertinya banyak sejarah dibalik merapuhnya kusen, pintu dan jendela itu...

Aku mencintai retaknya pondasi, semula menjadi enggan merekat bersama kusen dan pintunya...

Terseok-seok melantai
Membangkai...
Melunglai...

Dan...
Aku tak berhak iri ataupun dengki pada gedung-gedung tinggi yang mematikan vegetasi alamiah tanah serta lumutnya....

Biarkan saja kusen rumahku merapuh pada campuran pasir, semen juga kapurnya...

Sebuah potret mengaburkan ongkos renovasi sebelum reservasi...

Disini....
Kusen itu menanti roboh ditengah puing-puing pengembangan real estate miliaran rupiah depenya, belum cicilannya melangit...

Aku terharu tanpa kata...
Kubiarkan kusen pintu menganga...

Merebahkanku pada kondisi terbaring di peraduan kayu nan kaku..

Begitulah adanya kusen pintuku....

Saksi bisu bahwa pemiliknya tak lagi mampu membeli kusen pintu baru...

Cukuplah...
Alloh penjaga permata hatiku...

Toh nantinya rumahku rapat tak berkusen berukirkan asal Jepara...

Lelap....
Gelap....
Lenyap...

Terbujur kaku menuju istana keabadian....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun