Melakoni laga lawatan ke markas Bhayangakara FC anak asuh Robert Rene Albert harus puas berbagi poin satu. Pasalnya dalam pertandingan di pekan 33 GoJek Liga 1 yang digelar di Stadion PTIK, Jakarta, Senin (3/12/2018) berkesudahan dengan skor 0-0.
Laga di babak kedua ini berlangsung sengit dan tensi memanas. Namun, kedua tim tak mampu mencetak gol hingga laga usai.
Dengan hasil ini Bhayangkara FC masih tertahan di peringkat 4. Tambahan satu poin yang diraih anak asuh Simon McMenemy mengoleksi 50 poin.
Sementara itu, PSM Makassar gagal memenuhi ambisinya untuk menyalip Persija Jakarta di puncak klasemen. Juku Eja menorehkan 58 poin berselisihan satu poin dari Macan Kemayoran memiliki poin 59. Siapa yang bakal memastikan sebagai juara Liga 1 bersama Bukalapak tahun 2018.
Baik The Guardian maupun Juku Eja saling berebut peluang guna mendapat gol. Hingga wasit meniupkan peluit tanda berakhirnya babak pertama skor sama kuat 0-0.
Di pertengahan babak kedua, baik kubu Bhayangkara maupun Juku Eja tak lagi sanggup menahan emosi, akibatnya memancing wasit mengganjar kartu merah buat Elio Martins dari kubu Bhayangkara FC, dan Hasim Kipuw di pihak PSM Makassar. Kedua pemain tersebut pun "mandi" lebih awal.
PSM sempat menggetarkan gawang Bhayangkara FC pada menit ke-65, melalui Sandro setelah memanfaatkan bola rebound Zulham Zamrun. Namun, gol tersebut dianulir wasit karena Sandro tertangkap di posisi offside.
Simon McMenemy memasukkan penyerang gaek, Herman Dzumafo, belum lama menjajal basajnya rumput lapangan Dzumafo hampir saja mengubah keadaan. Sigapnya penampilan kiper muda PSM, Hilman Syah sehingga mengamankan gawang Juku Eja dari kebobolan. Skor tetap 0-0.
Tak tinggal diam giliran Bhayangkara FC berhasil merobek gawang PSM Makassar akan tetapi gol tersebut dianulir wasit. Berawal dari tendangan jarak jauh Paulo Sergio yang membentur mistar, Dzumafo yang berada di depan gawang mampu menceploskan bola namun wasit menganulir gol tersebut karena ia terlebih dulu berada pada posisi offside. Hingga peluit panjang berbunyi sebagai tanda berakhirnya laga keduanya hanya bermain imbang 0-0. Raihan satu poin mereka dapatkan.
Soal status juara ini tentu ada kepentingan di dalamnya. Misalkan, Â Persija dipenghujung laga kandas, otomatis publik Jakarta menuduh ada mafia. Sebaliknya apabila PSM Makassar keluar sebagai juara, pihak lain akan menuding PSM dengan tudingan serupa. Kapan habisnya?
Untuk menangkap mafia bola kayaknya sulit, sebab hari gini siapa yang tidak butuh duit. Orang jahat berubah menjadi baik, lantaran banyak duit sesuai yang dia mau. Sebaliknya orang berakhlak baik dalam sekejap berubah jahat, lantaran membutuhkan duit, mereka para mafia bola ini tak akan segan-segan merusak reputasi Sepakbola tanah air porak poranda. Menumpas mafia bola ini tidaklah mudah.
Pantaslah, sepakbola Indonesia tidak maju-maju, lagi-lagi bola itu bulat, susah berkelit untuk tidak terlibat dibdalamnya.
Apa yang tidak bisa diatur di negeri ini, asal kucuran dana besar, pasti gampang? Masa bodoh seberapa besar sanksi di negeri ini. Sampai saat ini yang palinh susah dicari di negeri ini adalah MINYAK TANAH.
Tentu kita masih ingat, diakhir kompetisi Bali United harusnya keluar sebagai kampium, ujuk-ujuk Bhayangkara FC jawaranya. Kejadian ini sempat diprotes kubu Bali United, toh pesta juara milik BFC berjalan mulus, hingga sekarang kasus itu membeku.
Apakah akan terjadi kasus yang sama, kita tunggu hasil akhirnya saja. Dalam dunia olahraga khususnya olahraga murah dan merakyat seperti sepakbola, siap menang siap kalah sajalah. Atas peristiwa beruntun tersebut siapa paling diuntungkan dan siapa dirugikan?
Akhirnya, ada apa dengan sepakbola negeri ini?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI