Menikmati malam pertama di kota Surabaya begitu banyak perubahan, terutama sejak dibawah kendali Risma Trimaharini, sebagai Walikota Surabaya. Kota Pahlawan ini tertata apik dan aman dari ancaman premanisme.
Tidak lupa saya dan kedua anak saya diantar dua adik ipar mengabadikan icon kota Surabaya Provinsi Jawa Timur ini berupa  dua patung hewan buas yaitu, Sura dilambangkan sebagai hewan hiu putih dan buaya. Disana kami berpotret bersama mengabadikan momen yang belum tentu akan terjadi lagi.
Ia adalah tetua desa Bungkul, yang sekitar 600 tahun lampau pernah disinggahi Raden Rahmat atau Sunan Ampel kala menempuh perjalanan dari Trowulan Majapahit menuju Kalimas di Ampel Denta. Ki Supa kemudian memeluk agama Islam dan berganti julukan menjadi Ki Ageng Mahmudin. Karena menghuni desa Bungkul, Ki Supa akhirnya lebih dikenal dengan Sunan Bungkul.
Hubungan kedua sunan itu pun berlanjut hingga kemudian Sunan Bungkul menjadi mertua Raden Rahmat. Karena ikatan itu pula, upaya Sunan Ampel menyebarkan agama Islam menjadi lebih cepat berkembang, terutama di wilayah Surabaya Selatan.
Mbah Bungkul pun kini diyakini sebagai salah satu wali besar di Surabaya. Peziarah yang berkunjung ke makam Ampel pasti terlebih dahulu akan berkunjung ke komplek makam yang berada di Jalan Progo ini. Bukan ke komplek Makam Sunan Ampel baru ke Makam Sunan Bungkul, itu menurut juru kunci makam yang juga diamini petugas parkir taman bungkul Surabaya.
Usai lelah mengitari Taman Bungkul juga ziarah makam Sunan Bungkul, kami mencicipi kuliner khas Sidoarjo, yang diberi nama Lontong Kupang.Â