Begitu berbuka puasa tiba, saya lantas menyantap takjil berupa barongko dan sirup buah kolang-kaling plus melon tanpa campuran Es. Begitu membasahi leher segala dahaga terbayar lunas. Barongko menjadi salah satu takjil yang wajib ada di rumah selama Ramadhan.
Berbicara kuliner khas Makassar, mungkin sudah tidak asing lagi makanan seperti coto, pallubasa atau pun konro. Namun, kota daeng tidak hanya terkenal dengan makanan utamanya saja. Tapi banyak desert atau makanan penutup tradisional yang cukup familiar di kalangan pecinta kuliner, salah satunya yaitu kue barongko.
Barongko adalah kue yang terbuat dari campuran pisang raja atau pisang kepok yang dihaluskan, telur, santan, gula pasir dan garam yang dibungkus dengan daun pisang kemudian dikukus. Biasanya disajikan dalam keadaan dingin setelah disimpan di kulkas, namun ada juga yang suka menyantapnya selagi masih hangat.
Bahannya pun sangat mudah diperoleh, seperti, pisang kepok, telor ayam, gula pasir, santan kelapa dan garam, buat kemasan lebih dominan menggunakan daun pisang sebab ini sudah menjadi ikon turun temurun, kemasan ini justrtu menjamin kudapan takjil ini terbebas dari kontaminasi bahan kimia.
Sepi ing pamrih, rame ing gawe artinya tidak terlalu mengharapkan imbalan lebih dari hasil kerjanya, tidak banyak bercerita dalam meramu adonan, dikerjakan bersama-sama demi untuk menghasilkan barang bernilai sensasional luar biasa bagi pelanggannya. Selama dua tahun berturut-turut saya langganan kue barongko milik nenek sebut saja namanya BUNGA, kurang nendang apabila tidak ada kue khas tersebut, khususnya buatan si nenek.Â
Kue barongko ini mempunyai nilai filosofis yang sangat tinggi. Bahan utamanya terbuat dari pisang, kemasannya pun terbuat dari daun pisang. Ini memliliki makna bahwa haruslah sama apa yang terlihat di luar dengan apa yang tersimpan di dalam diri kita. Makna lainnya adalah apa yang terpikirkan dan yang dirasakan haruslah selaras dengan tindakan yang akan dilakukan.
Hasil kesabaran tersebut lebih bermanfaat buat dinikmati dikarenakan nenek itu meracik adonan penuh keikhlasan, ikhlas disini bukan hanya dibibir tetapi keikhlasan sepenuh hati, yang digembar-gemborkan orang-orang jaman sekarang.
Tidaki disitu, segala kepenatan rutinitas di kantor pun amblas tanpa bekas. Hal-hal yang berbau kecurigaan, sengketa serta cerita-cerita berbau kontroversi hilang bersama terbuangnya ungkapan kotoran hari ini. Yang ada hanya rasa syukur kepada Allah SWT bahwasan hingga saat ini masih diberi nafas panjang secara gratis.
Cukup diakui, dikehidupan fana ini segala sesuatunya diselesaikan dengan uang. Jangan-jangan bumi dan matahari berputar karena dibayar menggunakan uang, bukan omongan kosong semata.
Makassar, 23 Mei 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H