Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kepemimpinan ala Kerak Telor

27 April 2017   12:47 Diperbarui: 27 April 2017   22:00 1249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warga Jakarta khususnya Betawi tentu familiar dengan kuliner satu ini. Benar, Kerak Telur namanya. Untuk menemui keberadaan pedagang kerak telur tidak semudah mencari pedagang nasi padang, hal ini dikarenakan pedagang kerak telur pada umumnya berusia lanjut atau tua.

Faktor kelangkaan kuliner satu ini, karena terjarah era moderen. Ketidakseksian kerak telur di pasaran menajdikannya tak lagi leluasa menuntut atas keberadaan Hak Asazi pedagang kerak telur, sehingga kerak telur perlahan namun pasti tergusur perkembangan jaman. Saya sendiri ketika mendapat peluang melaksanakan perjalanan dinas ke Jakarta sangat kesulitan menjumpai keberadaan pedagang kerak telur, andaipun ada kondisinya sangatlah memprihatinkan sekali, mengapa? Mulai dari inovasi bahan, cepat basi, tempat hingga tampilan pedagang yang sederhana jauh dari kata mentereng, tidak seperti pedagang friend chise dalam MALL yang begitu elegant mempunyai nilai moderen. Cara penyajiannya sangat monoton dan konvensional, dibutuhkan kesabaran untuk dapat menikmati jajanan kerak telur.

Makanan khas Betawi satu ini mengalami peningkatan hanya saat ada event Pekan Raya Jakarta (PRJ), Jakarta Fair serta kesemarakan acara-acara Betawi. Keberadaan kuliner tradisional tersebut saat ini sangat disayangkan. Jika ditunjau dari segi filosofi kepemimpinan, kita bisa belajar dari kerak telur.

Bahan hingga proses pembuatannya kita bisa memetiknya dari elemen-elemen dan proses memasak kerak telur menyajikan gambaran bagaimana pemimpin bersikap. Beberapa elemen kepemimpinan tercermin dari bahan dan cara pembuatan kerak telur.

Beberapa elemen kepemimpinan dari Kerak Telur. Pertama, Ketan, memilki tekstur kenyal dan memimpin seluruh rasa. Menjadi pemimpin harus mampu merangkum seluruh elemen dalam masyarakat atau bawahan yang dipimpinnya.

Namanya juga Kerak Telor tentu salah satu bahan pokok keduanya menggunakan telor, agar lebih nendang rasanya penjual memilih telor bebek. Telor bebek yang menyatukan bahan-bahan lain. Melambangkan aneka wawasan pemimpin yang dimiliki harus dikuatkan agar kelompok-kelompok yang berseteru dalam masyarakat atau bawahan tidak lemah dan mudah lepas.

Dalam memasak kerak telor waktu menjadi faktor ke tiga yang menjadi perhatian, seperti halnya memimpin. Saat memanggang perlu persiapan cukup agar seseorang siap menjadi pemimpin. Saat mengangkat bahan dari wajan, ibarat kata saat sudah cukup memimpin harus tahu kapan kapan mundur, tidak boleh egois atau konspirasi mempertahankan piminan, hal tersebut dibutuhkan untuk menjaga citra baik ucapan dan kepribadian.

Aneka bumbu racikan mencerminkan strategi dan dinamika dalam mempimpin. Misalnya, rasa pedas mewakili ketegasan tanpa kebablasan berdampak pada kesenjangan jabatan, gurih mewakili keramahan, bukan kemarahan atau pemimpin berjiwa pendendam.

Memimpin tidak semudah membalik telapak tangan, asal dapat jabatan lupa daratan, tentu hal ini sangat merugikan orang lain, diri sendiri bahkan instansi tempatnya mengabdi. Untuk mewujudkannya dibutuhkan kesabaran ekstra tinggi seperti yang dicontohkan penjual Kerak Telor.

Makassar, 27 April 2017.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun