Cerita ini datangnya dari dunia medis sebuah Rumah Sakit di Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Di mana kabupaten ini begitu banyak menyimpan suka duka, sekaligus tempat saya pernah menimba ilmu dan pengalaman hidup di tanah rantau. Cuti tahun 2017 seakan mengulang masa lalu yang pernah hilang, saya akan sedikit menceritakan mendapatkan obat Phenobarbital (Luminal), di mana keberadaannya di Kota Metropolitan mulai musnah bak ditelan bumi. RSUD Kabupaten Ngawi di mana tempat mendapatkan obat yang selama ini paling saya cari. Awalnya saya bercerita kepada orang tua akan langkanya obat Luminal di Kota Makassar, kelangkaan tersebut tentu saja sangat merugikan kaum minoritas epilepsi.
Sekiranya lazim tinggal di desa begitu menentramkan, menyenangkan, menenangkan jiwa dan perasaan, ditambah tingkat ketakwaan kita terhadap Alloh SWT lebih khusyuk, berbanding terbalik ketika kita tinggal di kota besar, selalu disibukkan dengan aktivitas duniawi, hingga persaingan bisnis begitu kompetitif..
Berkat kuasa Alloh SWT, pergilah saya ke Apotek diantar tetangga tanpa menggunakan resep dokter mencari obat jenis Luminal, obat di maksud itu tersedia akan tetapi Apoteker enggan memberi, ke apotek lain pun sama.
Justru obat yang dipesan orang tua untuk diabetes, asam urat dengan mudah diperjual belikan. Kegagalan mendapatkan Phenobarbital saya utarakan ke orang tua, lalu diberi solusi untuk mencoba mengirim foto resep dokter spesialis syaraf dari Makassar melalui jejaring sosial, kemudian foto resep tadi saya cetak untuk diperlihatkan ke bagian Apoteker ketika akan membeli obat.
Hasilnya pun sama, Apotek tidak mau menerima cetakan resep dokter dari tempat asal saya berobat di Makassar. Alasan pertama obat ini banyak tersedia banyak di Puskesmas serta murah harganya, diperuntukkan bagi peserta Askes maupun BPJS, kedua apotek atau Puskesmas bisa mencairkan obat Luminal asal ada resep dokter domisili, kalau di Ngawi harus menggunakan resep dokter dari Ngawi bukan Makassar, Ketiga sebagai laporan ke BPOM, atas beberapa masukan tadi kembali saya konsultasi ke orang tua khususnya bapak.
Urusan harga sangat murah sekali meskipun tanpa Asuransi Kesehatan (Askes) dan BPJS, bayangkan 30 biji Phenobarbital generasi dari Luminal hanya membayar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) saja, antara heran dan bingung obat semurah ini, sulit sekali membelinya. Dengan diantar teman lama pulanglah kami menuju rumah orang tua di desa Kandangan-Ngawi.
Ternyata kata dokter di sana, Phenobarbital memiliki kandungan psikotropika, jika disalahgunakan reaksinya sama dengan narkoba, makanya obat ini begitu langka di kota-kota metropolitan hingga megapolitan. Saya pun pulang dengan perasaan plong, sesampainya di rumah obatnya saya perlihatkan kepada orang tua dan mereka terheran-heran akan ribetnya mendapat obat murah ini.
Menurut buku yang pernah saya baca, langkanya membeli obat-obatan jenis penenang syaraf lantaran dirangsang oleh bisnis peredaran Narkoba yang menelan jutaan korban. Bisnis haram ini untuk kawasan Indonesia saja omzetnya bisa mencapai Rp. 390 miliar lebih, dan diperkirakan 1,3 juta orang Indonesia menjadi konsumennya, boleh jadi korbannya kian bertambah.