Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Negara Birokrasi Patrimonial Disarang Koruptor

28 Januari 2017   16:33 Diperbarui: 28 Januari 2017   16:41 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Naas Patrialis Akabr sedang lapar dan tidak boleh dinasehati, kalau dinasehati sangat berbahaya, obatnya hanyalah makan. Kondisi silang sengkarut perekonomian indonesia tentu sangat memprihatinkan bagi yang menolaknya. Makan saja selagi masih bisa makan, tidak usah canggung karena makanan bisa membuat orang saling makan, meski awalnya berkawan, toh gara-gara makanan menjadi lawan. Kira-kira ini yang menimpa Sang Hakim.

Benar juga yang dikatakan pimpinan saya saat rapat, "lebih mudah menjatuhkan orang lain dari pada menutupinya" itulah uniknya hidup di lingkup birokrat, seperti ritual saya yang selalu membawa makan dari rumah, meski hanya berlauk tempe dan tahu lebih alami, aman dari mara bahaya, terhindar dari prasangka, toh ujung-ujungnya jadi tai. Tetap saja menjadi rebutan. Terlihat sekali Aparatur Sipil Negara (ASN) seperti Patrialis ini mampu dan bijak, akan tetapi fakir dan miskin dari kaum miskin sebenarnya.

Janganlah mudah percaya penuh pada teman. Kita harus lihat dulu bagaimana tindakannya, baik atau tidak, jangan hanya melihat dari ucapannya saja. Sebab kadangkala antara ucapan dengan tindakan seringkali bertolak belakang. Meskipun itu hanya soal makanan dan pada akhirnya menjadi tai (kotoran).

Inilah boroknya ketika politisi masuk dalam sistem Birokrasi, karena ketika ada beberapa hal negatif dengan mudah dipantau sebuah lembaga independen pemberantasan korupsi, karena dianggap merugikan negara. Lingkaran birokrat seperti ini penuh kepalsuan. Selalu melahirkan koruptor-koruptor kakap dibalik jubah keadilan.

Korupsi merupakan makanan sehari-hari, akan tetapi tidak pernah mengenyangkan. Korupsi juga merupakan sampah paling mengancam kesehatan masyarakat indonesia dan dunia, solidaritas korupsi tidak pernah luntur, semakin ramai orang berjihad memberantas korupsi, semakin subur berkembang biak. Ibarat memberangus sarang tikus.

Warung kopi, pasar bahkan kalangan asisten rumah tangga hingga penjual sayur muak membahas korupsi. kebosanan mereka sangat beralasan dan masuk akal. Keganasan tindak pidana korupsi terbilang extra ordinary crime selama masih mempunyai “kepentingan” mustahil untuk dibumi hanguskan.

Apalah gunanya dipasangi embel-embel Benci Korupsi Benci Narkoba di pakaian seragam sekolah anak-anak, toh yang korupsi para elite politik, birokrat, tentu tidak ada korelasinya sama sekali, kecuali diajarkan bagaimana cara korupsi baru ngeh!!!. Bisnis tahunan segelintir orang mengeruk keuntungan, mengkpanyekan Anti Korupsi dan Anti Narkoba hanya kedok.

Tai Kucing! Tidak ada relevansinya terhadap anak-anak sekolah atas koruptor, mengenakan embel-embel konyol seperti ini. Jauh panggang dari pada api, bagaikan langit dan bumi. Apakah ada yang berani menjamin, dengan mengenakan embel “AKU BENCI NARKOBA-AKU BENCI KORUPSI aksi para elite negara mampu dihentikan?. Tanpa adanya jaminan dari pemangku kepentingan sama halnya omong kosong, simbol ini hanya simbolisasi tanpa makna. Hanya merusak pakaian anak sekolah. Apakah ini efektif bagi koruptor dengan memberatkan siswa-siswi membeli embel-embel tersebut. Hanya berorientasi profit tanpa merubah makna Reformasi Mental apapun. Kalau bersandiwara sebaiknya dipanggung saja jangan di negeri ini.

Segenap akar tindakan korupsi yang terjadi di Indonesia. Negara Birokrasi-Patrimonial, adalah lingkungan terbaik bagi hadirnya korupsi (Mansyur Semma).

Makassar, 28 Januari 2017

Top of Form

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun