Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ayah Bejat! Cabuli Anak Kandung yang Masih SD

15 Januari 2017   18:54 Diperbarui: 16 Januari 2017   15:07 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 (sumber gambar: http://batampos.co.id/)

Berita mengejutkan tahun 2017 kali ini datangnya dari Bintan. belum kering pemberitaan kasus pembunuhan terhadap Mahasiswi Arum dan Murniati. Kini kasus kekerasan seksual terhadap anak kembali menghantui media online. Dimana ayah kandung mencabuli anak gadisnya sendiri di Kecamatan Toapaya.

Pemberitaan mencekam seakan betah menaungi negeri ini, sudah kewajiban seorang ayah kandung menjaga masa depan anak kandungnya hingga meraih cita-cita, bahkan hingga menempuh hidup baru bersama seseorang yang dinikahinya, bukan malah merenggut cita-citanya dengan cara mencabulinya. Pelaku kejahatan asusila HG (39) mencabuli A, anak gadisnya yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar terjadi di Kecamatan Gunung Kijang Tanjung Pinang Kepulauan Riau pada Senin 2 Januari 2017. Dari informasi Tribun Batam baru terungkap Selasa 3 Januari 2017.

Akibat kelakuan bejat ayah kandungnya sendiri berinisial HG (39) mengalami pendarahan hebat pada organ intimnya sehingga harus dilarikan ke Puskesmas setempat. Agar tidak dicurigai usia melakukan pencabulan, korban ke Puskesmas dibawa oleh pelaku. Korban pun diperiksa tim medis lantasan menanyakan keluhan anaknya tersebut. Ayah bejat ini menjawabnya, “korban terjatuh dan mengalami pendarahan.”Hasil pemeriksaan terhadap A (korban) bukan akibat kecelakaan, pendarahan pada selaput dara lantaran kena gesekan benda tumpul. Tentu tim medis menaruh curiga bahwa HG memberi informasi palsu, namun pihak Puskesmas tak langsung menuduh begitu saja.

Kejanggalan ini akhirnya dilaporkan ke Komis Perlindungan Anak dan Pengawasan Anak Daerah (KPAD) Kepulauan Riau di Tanjungpinang. Setelah menerima laporan petugas KPAD spontan turun tangan guna mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti. Pada akhirnya pelaku mengakui perbuatannya atas tindak kekerasan seksual terhadap anak gadis berinisial A. Polisi pun mengamankan pelaku untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

Sementara korban menurut keterangan KPAD Kepri, Titi Sulastri, korban A dalam kondisi trauma akibat hantaman benda tumpul yang dialaminya. Pihak KPAD akan melakukan penanganan pemulihan psikis serta menjamin pemberian jaminan perlindungan.

Mau jadi apa negeri ini, beritanya itu lagi itu lagi kalau bukan janji-janji surga Pilkada, korupsi, narkoba, begal, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, sedangkan berita positif porsinya sangat sedikit lalu tenggelam, kalah populer sama berita kriminalitas.

Dalam keadaan tertekan korban secara terpaksa melayani nafsu bejat ayah kandungnya. Sumber utamanya terletak pada dilokalisirnya tempat-tempat lokalisasi sebagai pelampiasan birahi, sehingga anak-anak rentan mengalami tindak kekerasan seksual dari orang terdekat.

Konstruksi berpikir manusia modern rupanya sudah digerogoti oleh ilusi tentang kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak tanpa mengenal status DNA baik anak tiri maupun anak kandungnya sebagai korbannya. Agak tidak masuk akal sehat ada seorang Ayah susah payah membesarkan bersama istrinya, lalu tega memperkosanya secara keji. Tetapi, sekali lagi, ilusi kebinatangan dalam diri telah terkonfirmasi oleh budaya massal yang terus terproduksi di ruang-ruang publik dan terutama melalui televisi dan internet.

Pemerkosaan yang dilakukan ayah kandung terhadap anaknya sendiri, merupakan contoh konkrit betapa rendahnya moralitas bangsa kita, tanpa ada implementasi nyata dikehidupan berbangsa dan bernegara. Sebuah contoh sikap bobrok untuk dipertontonkan, entah saya harus tertawa apa harus menangis menyaksikan rentetan peristiwa kekerasan seksual terhadap anak perempuan terus menerus berlangsung, tidak pandang tempat dan waktu seolah enggan berlalu memberi ruang gerak kedamaian bagi anak-anak dan perempuan.

Kemanusiaan yang adil dan beradab semakin jauh dari kata terwujud apabila kita melihat fakta-fakta yang terjadi di masyarakat. Dari sisi hukum kita dihadapkan kepada ketidak adilan hukum yang berlaku di Indonesia, ibarat “pisau” tajam ke bawah tumpul ke atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun