Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengganggu Kinerja, Licik Memang Tengik

27 Oktober 2016   14:45 Diperbarui: 28 Oktober 2016   10:01 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber gambar: dokpri/subhan)

Perbedaan antara Perusahaan Swasta/BUMN dan Pemerintah (Birokrat) bagaikan langit dan bumi. Jika Perusahaan Swasta dalam perekrutan lebih mengutamakan passion/keahlian. Tidak demikian Birokrat, awal rekruetmen memang sesuai passion/keahlian latar belakang ilmu, setelah terangkat CPNS hingga berstatus PNS terkadang penempatannya bertolak belakang, bukan hanya dari sisi keahlian juga sisi penghasilan, akibatnya kebutuhan tenaga pegawai berbenturan dengan keahlian.

Tudingan miring ini tidak terpaku pada  satu institusi akan tetapi faktor otonom daerah “kekuasaan” berwenang menentukan pilihan paling mendominasi. Setiap tatanan birokrat akan berprilaku sama, baik tingkat pusat maupun daerah, pastinya selalu bercengkerama dengan komplotan pengganggu kinerja. Jika aparat melayani tanpa pamrih, maka akan ditinggalkan konco dhewe alias dicibir, sedangkan pengganggu kinerja mampu membuat boss senang hati maka pelayanan berbasis imbalan mendapat giliran pertama, faktanya antrian terakhir, sikap ini lebih mendominasi ruang kerja.

Jujur saja, birokrasi tanpa dihuni para pengganggu/perusak kinerja, mereka kita tidak akan bisa kerja maksimal, pasalnya lebih pada alasan mengingatkan bukan saling menjatuhkan prestasi kerja, bukan dendam kesumat. Pengganggu kinerja dapat disamakan dengan banyak hal yang tidak menyenangkan merasa punya kuasa, memiliki kepentingan padahal bekerja tidak optimal terkecuali aparat tersebut sakit atau mengalami kecelakaan kerja.

Mereka merupakan versi interpersonal dari bau kaki, namun lebih buruk lagi. Kita selalu beranggapan buruk mengenai pengganggu kinerja dan mungkin sedikit kerja tapi banyak cerita, suka bergerombol dan ngawur, tidak baik terhadap jiwa kita yang memang lelah dijejali pekerjaan, itu disebabkan pengganggu kinera suka memerintah dengan iming-iming upeti agar pekerjaaanya diselesaikan orang lain, menacuhkan aparat yang tidak memberi imbalan sepeserpun, bukankah ini salah satu bentuk pungli terselubung, sekali-sekali sih tidak masalah itung-itung traktir, parahnya kalau keseringan akhirnya membudaya untuk sebuah pekerjaan selalu memberi imbalan, tentu hal ini akan merugikan kapabelitas SDM itu sendiri. padahal sama-sama terima gaji, satu atap pula. Kurang baik apa negara ini. Kok tega!

Pengganggu itu “biasanya” tidak tangguh, baru di tegur sedikit mengeluh jika ada keuntungan minta paling banyak. Pengganggu seperti ini enaknya kepalanya direndam dalam ember sisa air comberan agar tidak mengkontaminasi pegawai yang lain.

Pengganggu kinerja memang tengik merupakan: kutu pada kursi, benang baja yang mengikat perlahan-lahan, menelikung karir orang lain lazim dilakukan menuju keberhasilan, duri dalam daging, konyol, konspiratif, tidak mau mendengar niat baik orang  lain, bunga beracun dalam kehidupan selama masih satu atap.

Kekonyolan pengganggu kinerja mengingatkan kepada seluruh manusia bahwa tidak ada makhluk sempurna di dunia ini.

Memahami bahwa “Mengganggu Kinerja” Merupakan Istilah Subyektif:

  1. Perbedaan Kepribadian.
  2. Perbedaan Sudut pandang atau tujuan dengan kita.
  3. Prioritas yang berbenturan.
  4. Keragaman latarbelakang, pengalaman, gaya hidup dan minat.
  5. Kerasnya tuduhan dan bagaimana mereka menunjukkannya.
  6. Egomania.

Langkah-langkah untuk mengatasi pengganggu kinerja atau orang yang bermasalah:

  1. Merangkum sebuah perilaku. Apakah benar-benar mengganggu kinerja dan reputasi kita?
  2. Membuat spekulasi mengenai penyebabnya. Mungkinkah diri kita sendiri penyebabnya?
  3. Tanya diri sendiri perubahan apa yang harus dilakukan untuk menjalin hubungan kerja yg positif dan membangun.
  4. Mengelompokkan pengganggu/perusak kinerja.
  5. Menerapkan satu atau lebih teknik manajemen sesuai kebutuhan institusi.

Diakui, pengganggu kinerja paling banyak diuntungkan, karena mereka mampu mengelabuhi orang lain serta piawai mengambil hati dengan berbagai dalih yang sulit untuk ditolak. Selain itu pengganggu kinerja sangat pandai bersandiwara, mempunyai keterampilan diatas rata-rata pegawai, sikapnya diatas rata-rata pegawai akan tetapi lebih rendah dari seorang wanita Pekerja Seks Komersil (PSK). Wallahu 'Alam Bishowaf.

(Sumber: Manajemen "Mengatasi Pengganggu Kinerja" ditulis oleh Joseph T. Straub terbitan Tugu Publisher-Yogjakarta, 2006)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun