Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bak Piala Bergilir Bocah 5 Tahun, Digilir 7 Teman Sepermainannya

22 Oktober 2016   08:39 Diperbarui: 22 Oktober 2016   14:07 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Speechless”

(Nukilan)

Fenomena kekerasan seksual terhadap anak, bagai virus mengerikan tidak pernah ada habisnya. Seperti anak perempuan usia 5 tahun berinisial GS digilir 7 teman sepermainannya disebuah rumah kosong di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur pada (2/10) lalu.

Atas peristiwa tersebut regulasi perlindungan anak kembali kecolongan, lemah, lengah dan anak-anak rentan pelecehan seksual, disini faktor tumbuh kembang psikologis anak dipertaruhkan. Perbuatan bejat 7 bocah ingusan terhadap GS mengingatkan kisah seorang bocah bernama Yuyun, diperkosa lalu dihabisi. Perbuatan anak sebayanya sudah menjurus kejahatan seksual, entah faktor apa yang melatar belakangi terjadinya peemrkosaan, sangat disayangkan negara terlambat hadir membantu korban, berbagai faktor melatarbelakangi moralitas anak-anak tadi mulai dari pendidikan, iman, ilmu, ekonomi, hingga keseringan nonton film bokep atau pengaruh miras, narkoba atau pergaulan bebas ala kota Metropolitan merupakan pencetus perbuatan asusila.

Ketujuh pelaku adalah SP (12), FR (7), EG (5), BK (5), IK (6), RD (7), dan HR (10) mereka merupakan teman sepermainan korban. Berbanding terbalik dengan kasus-kasus “kakap” yang merugikan negara triliunan rupiah, seakan-akan penegak hukum hadir memberantasnya, dengan alasan “negara” mengalami kerugian, apakah harus ada kuisioner bahwa penyababnya karena GS kaum pinggiran kampung Jatinegara penat hiruk-pikuk “ibukota”, dan kita butuh uang atau karena kebutuhan (sosialita) baru peduli turun tangan, korban ditemukan diperkosa setelah ada pengakuan GS mengeluh bagian alat vitalnya sakit kepada orang tua  korban, sehingga lamban menghukum para pelaku.

Tidak tahu lagi saya mau berkata apa?, merinding bulu kudukku jika menulis hal-hal berbau kekerasan asusila menimpa anak-anak, apalagi saya merupakan orang tua memiliki anak, selalu miris saja membaca berita asusila, khususnya anak perempuan dibawah umur lima tahun. Ada apa dengan Pendidikan Nasional kita, apa ada kaitannya dengan gonta-gantinya kurikulum, bahkan mahalnya biaya sekolah bagi yang tidak mampu, sehingga belum mampu mengakomodir moralitas anak-anak.

Belum hilang pemberitaan pemerkosaan disertai pembantaian terhadap anak bernama Yuyun usia 14 tahun digilir 14 pria penjahat asusila, jasadnya dibuang di jurang ibarat “habis manis sepah dibuang” sangat tidak berprikemanusiaan  membunuh anak-anak tanpa dosa hanya untuk memenuhi nafsu birahi. Kini peristiwa nyaris serupa, bedanya pelaku dan korban masih anak-anak. Diluar logika saya, teman sepermainan tega menggilir GS bak piala bergilir, ironis benar-benar biadab perilaku teman-teman korban seperti ini, bukannya bermain sebagaimana jiwa anak-anak, malah menodainya. Brengsek!!!

Memang betul, pada Kamis (20/10) orang tua GS sudah datang ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jakarta Timur untuk melaporkan kasus pemerkosaan putrinya” Ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes. Awi Setiyono pada Jum’at (21/10). Dilansir merdeka.com “Kejadian tersebut terjadi di sekitar rumah korban, daerah Cibesut Jatinegara Negara Jakarta Timur.” Imbuh Awi. Bak film-film mafia Holywood salah satu temannya berinisial DF (8) bertugas sebagai pengintai, jadi kalau ada sesuatu yang mencurigakan memberi tahu teman-temannya, setia juga teman satu ini bukan melapor malah terjerumus dalam jerat akal bulus, nice, good job DF!.

Terkuaknya misteri memilukan di media setelah ‘korban’ memberitahukan sakit pada bagian organ kewanitaan kepada orang tuanya. Kekerasan seksual merupakan bagian dari apa yang disebut sebagai kekerasan terstruktur, masif dan sistematis. Kekerasan seksual terhadap anak tidak dapat dipungkiri adalah sisi lain dari ketidak adilan keseharian yang kerap kita jumpai dalam bentuk-bentuk diskriminasi, pemaksaan, pembungkaman dan penindasan

Sebab kenyataannya perempuan belum pernah bebas dari jerat kekerasan, tanpa terkecuali anak-anak. Penggalan pilu, mengingatkan betapa lemah dan naifnya pola pikir kita ketika perempuan selalu menjadi obyek kehidupan yang diperlemahkan. Anak-anak khususnya perempuan dalam keseharian diperlakukan sebagai ornamen bagian lain dari realitas sosial yang diskriminatif. Kenaifan kita bahwa perempuan telah menjadi kelompok manusia yang bebas di abad moderen ternyata belum pernah terbukti. Bahkan kegagalan para intelektual berproses keberpihakannya patut dipertanyakan.

Kekerasan seksual ataupun kekerasan terhadap manusia tidak akan berhenti selama kehidupan sehari-hari jauh dari perilaku hidup yang bermakna bagi manusia. Dengan demikian, komitmen-komitmen kemanusiaan harus tetap terjaga. Karena tidak terpenuhinya tempat aman serta nyaman sekiranya pantas saya menyebut Indonesia rawan kejahatan moralitas.

Di negara PANCASILA kebaikan hanya melahirkan kejahatan perilaku kekeraasn seksual, pedofilia, bullying, pembunuh, diskriminasi, kriminalisasi, secara brutal bergerak pesat. Konstruksi berpikir manusia modern rupanya sudah di gerogoti oleh ilusi tentang kejahatan dan pengkhianatan. Bangsa ini krisis “super hero dianggap bego, goblok” bahan guyonan di kantor, cafe, bahkan Mall, popularitas kaum sosialita mengalahkan orang-orang yang berjuang keras menegakkan nilai-nilai kebenaran tidak punya tempat lagi di negeri ini. Mereka seperti terbuang dalam kemalangannya, dimana sebuah peristiwa kekerasan seksual terhadap anak, rakyat jelata menjadikan “sebagian” manusianya berlaku kasar, gelap mata, tidak pernah berakhir. Kira-kira di tempat yang semacam itulah, super hero bangsa ini terjerembab.

Kejahatan tidak mengenal istilah libur sebagaimana anggota dewan, birokrat. Peristiwa pemerkosaan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat mengindikasikan bahwa induksi kejahatan kian merajalela merusak moral bangsa. Pemangku kebikan sibut berkampanye mengeruk elektabilitas rakyat dengan janji-janji surga ujung-ujungnya menjadikan korban semakin tertindas. Di antara alasan penting yang melatarbelakangi adalah kemiskinan yang sering bersifat struktural.

Stigma negatif sering menimpa kaum marjinal bahwa seksual terjadi karena kesalahan korban, lalu beranggapan bahwa orang tua tidak bisa mendidik anak dengan baik. Kecenderungan inilah yang membuat banyak perempuan korban kekerasan seksual karena sakit “terpaksa” melaporkan perisiwa yang dialaminya dianggap suatu AIB amoral. Karena itu orang lebih condong menyoroti korban dari pada mempertanyakan tindakan kriminal pelaku. Tidak tahu mau bicara apa lagi seperti nukilan diatas.

Makassar, 22 Oktober 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun