Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Tahayul, Tuyul dan Bahlul

22 September 2016   19:04 Diperbarui: 23 September 2016   16:31 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: wawannakuba.blogspot.co.id

Turut berduka cita atas raibnya sepatu baru milik teman saya pak Anis Kurniawan (kompasianer) depan teras sebuah Masjid di Makassar samping kantor Diklat Perindustrian Jl. P. Kemerdekaan Km. 17 Makassar pada 20 September 2016. Semoga orang yang mengambil sepatu tersebut dilapangkan kuburnya dan diberi keberkahan. Amin.

Boleh percaya boleh tidak, senasib dengan Anis Kurniawan. Pada 20 September 2016 pagi uang yang tersimpan rapi dalam dompet uang sebanyak Rp. 200.000 (dua ratus ribu) lenyap bagai ditelan bumi. Peristiwa tahayul terjadi seusai istri saya mengambil uang dari ATM sebanyak Rp. 600.000 (enam ratus ribu rupiah) pada hari Jum,at 16 September 2016 sore menjelang maghrib. Uang tersebut saya peroleh dari absen kehadiran, dan nominal Rp. 600.000 (enam ratus ribu rupiah) kami bagi dua masing-masing Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah). Setelah tersimpan rapi selama 4 (empat) hari dalam dompet butut tanpa sempat berkurang dibelanjakan apapun. Saldo awal Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah), nah tepat tanggal 20 September 2016 menyusut, sewaktu isi dompet akan ditukar recehan untuk naik angkutan umum, betapa kaget melihat saldo dompet hanya menyisakan uang Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah).

Mengingat kondisi kalang-kabutnya perekonomian Negara Republik Indonesia, uang yang raib tersebut sangatlah berarti bagi kami. Spontan seisi rumah, mulai anak-anak hingga Istri saya interogasi, “siapa yang ambil uang Rp. 200.000 (dua ratus ribu) dalam dompet, mereka kompak menjawab tidak menyentuh bahkan mengambil isi dompet atau menggunakannya buat belanja.” Apa boleh buat ikhlaskan saja, padahal uang tersebut akan saya gunakan kontrol ke dokter. Pasti ada yang bertanya-tanya kan ada jaminan dari BPJS. Benar sekali, saya tidak pernah mengklaimnya untuk berobat, sebagai Aparatur Negara cukuplah menyumbang setiap bulan, silahkan digunakan, selengkapnya baca ketikkan yang pernah saya posting di kompasiana.com senbelumnya, berjudul Hikayat Seorang ASN dan Pasien Anak Tanpa Jaminan Kesehatan.

sumber gambar: wawannakuba.blogspot.co.id
sumber gambar: wawannakuba.blogspot.co.id
 Spontanitas kami berfikiran negatif bahwa raibnya uang Rp. 200.000 (dua ratus ribu) diambil TUYUL. Alasannya karena tetangga kami pernah mengalami hal serupa bahkan jumlahnya lebih banyak, sebanyak Rp. 450.000 (empat ratus lima puluh ribu rupiah) padahal saldo uang yang tersimpan sebayak Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah), jadi hanya menyisakan Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah). Astagfirullah jaman Millenium seperti sekarang masih ada orang yang memelihara Tuyul untuk memperkaya diri secara instan. Konon katanya di komplek perumahan tempat kami berdomisili ada seseorang memelihara tuyul bersekutu dengan setan.

Sulit untuk mengungkap tahayul ini, tidak boleh gegabah, kudu hati-hati tidak asal menuduh demi menghindari terjadinya fitnah serta pertumpahan darah sesama tetangga, bukankah fitnah lebih kejam dari membunuh. Kami tidak berani menuduh siapa aktornya apabila berhadapan dengan hal-hal berbau mistis dan keberadaan makhluk gaib belum ada testimoni atau bukti konkret dari tokoh agama setempat.

Dari kedua kisah duka diatas saya menarik kesimpulan, perkembambangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi akan sia-sia tanpa dilandasi iman dan taqwa. Sebagai manusia harus punya pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), disini paling menentukan adalah sikap (attitude). Sangat memprihatinkan kalau orang itu pintar, punya keterampilan tapi sikapnya tidak bagus akan merugikan orang lain seperti benalu, memerah keuntungan diatas derita orang lain padahal sesama umat nabi Muhammad SAW. Sikap tidak berkompeten akan tersesat dalam dunia hitam hanya melahirkan sebuah riwayat antara jadul, tahayul, tuyul, bahlul dan semprul. Kok masih ada yang berfikiran kerdil seperti ini, meraih kekayaan dengan cara instant alias mencuri, bersekutu dengan syetan seperti memelihara tuyul, babi ngepet, merampok atau mencuri sepatu di teras Masjid tempat ibadahnya umat muslim. Bahlul ente...Memalukan!

Wah..wah..wah...seiring pesatnya perkembangan dunia teknologi informasi tuyul-tuyul ketularan virus moderen juga, bukan hanya duit dicuri, sepatu jama’ah yang sedang melaksanakan sholat diembat juga. kalau sudah begini siapa yang pantas dipersalahkan, penjaga masjid, aparat atau uztad. Wallahu ‘alam bishowab

Makassar, 22 September 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun